Laman

Monday 14 October 2013

Makalah Kebijakan Pertanian

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            LATAR BELAKANG MASALAH
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.
Campur tangan pemerintah inilah disebut sebagai “politik pertanian” (agricultural policy) atau “kebijakan pertanian”. Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk memutus rantai lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, merupakan gambaran hubungan keterkaitan timbal-balik dari beberapa karakteristik negara berkembang (seperti Indonesia) berupa sumber daya yang ada belum dikelola sebagaimana mestinya, mata pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian berlngsung dalam kondisi yang kurang produktif, adanya dualisme ekonomi ekonomi antara sektor modern yang mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang mengikuti ekonomi subsistem, serta tingkat pertumbuhan yang tinggi dengan kualitas sumber daya manusianya yang masih relative rendah.
1.2            RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kebijakan pertanian mempengaruhi keputusan produsen, konsumen, dan para pelaku pemasaran dalam pelaksanaan pembangunan.
2.      Bagaimana sikap dan tindakan pemerintah dalam memajukan pertanian
3.      Apa saja ruang lingkup politik pertanian ?
BAB II
PEMBAHASAN
Snodgrass dan Wallace (1975) mendefenisikan kebijakan pertanian sebagai usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat, pemasaran, perbaikan structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan pendidikan. Widodo (1983) mengemukakan bahwa politik pertanian adalah bagian dari politik ekonomi di sektor pertanian, sebagai salah satu sektor dalam kehidupan ekonomi suatu masyarakat.
Menurut penjelasan ini, politik pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah dalam kehidupan pertanian. Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu , seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efesien produksi naik, tingkat hidup petani lebih tinggi, dan kesejahteraan menjadi merata. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sarma (1985). Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan umum politik pertanian di Indonesia adalah untuk memajukan sektor pertanian, yang dalam pengertian lebih lanjut meliputi:
1.      Peningkatan produktivitas dan efesiensi sektor pertanian
2.      Peningkatan produksi pertanian
3.      Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani, serta pemerataan tingkat pendapatan.
Ruang lingkup politik pertanian meliputi:
1.      Kebijakan produksi (production policy)
2.      Kebijakan subsidi (subsidy policy)
3.      Kebijakan investasi (investment policy)
4.      Kebijakan harga (price policy)
5.      Kebijakan pemasaran (marketing policy)
6.      Kebijakan konsumsi (consumption policy)
Untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan tersebut, pemerintah mengeluarkan serangkaian peraturan-peraturan.
Menurut Monke dan Pearson (1989), politik pertanian dalah campur tangan pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi yang menyangkut alokasi sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu mengalokasikan keuntungan pertanian antargolongan dan antardaerah, keamanan persediaan jangka panjang. Dalam hal ini, kebijakan pertanian dibagi menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain:
1.      Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga komoditi, subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2.      Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan kualiatas faktor produksi.
3.      Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran belanja, kebijakan fiscal, dan perbaikan nilai tukar.
Mubyarto (1987) menyebutkan bahawa politik pertanian pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju pembangunan pertanian, yang tidak saja menyangkut kegiatan petani, tetapi juga perusahaan-perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan, asuransi, serta lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah yang terkait dengan kegiatan sektor pertanian. Politik pertanian mempunyai kaitan sangat erat dengan pengembangan sumber daya manusia, peningkatan efesiensi, serta pembangunan pedesaan yang menyangkut seluruh aspek-aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya dari penduduk pedesaan. Sejalan dengan pendapat Schuh (1975). Mubyarto menyebutkan bahwa lingkup politik pertanian meliputi:
1.      Politik stabilitas jangka pendek
2.      Peningkatan pertumbuhan pertanian
3.      Pengaturan dan pengarahan perdagangan
4.      Pengarahan dan peningkatan mobilitas faktor-faktor produksi pertanian
5.      Politik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanian.
Dalam garis besarnya, politik ini minimum berurusan dengan pendapatan, stabilitas, dan kesempatan yang merupakan unsur utama dalam masalah-masalah usaha tani. Oleh karena itu, memungkinkan adanya pengertian yang lebih mendalam tentang masalah-masalah ketidakstabilan dan kompensasi, serta kemiskinan, pengangguran, dan pendapat yang sangat rendah di pedesaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, perlu adanya perlakuan dan pandangan bahwa masyarakat di pedesaan atau pertanian tidak kurang pentingnya dari masyarakat keseluruhan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian menempati priotitas penting. Sebagai komoditas pertanian, pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar, dianggap strategis, serta sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional dan bahkan politis. Terpenuhinya pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seluruhnya dalam jangka panjang.
2.1       KEBIJAKAN PRODUKSI (PRODUCTION POLICY)
Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan  proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyankut kesejahteraan hidup dan kelangsungan hidup suatu bangsa karena merupakan salah satu kebutuhan manusia, selama itu pula diperlukan pangan karena manusia tidak dapat bertahan hidup lama tanpa makan.
Kedudukan pangan di Indonesia adalah salah satu sektor yang sangat strategis karena:
1.      Banyaknya pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dn distribusi
2.      Meskipun terlihat ada kecenderungan menurunnya total pengeluaran rumh tangga yang dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan, namun masih merupakan bagian terbesar dari seluruh pengeluarannya, terutma untuk pangan beras. Oleh karena itu, pangan di Indonesia sering diidentikkan dengn beras memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan kalori dan gizi penduduk Indonesia.
Mengingat arti dan peranan pangan yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia maka pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya tidak saja ditinjau dai segi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas. Penyediaan pangan yang cukup dapat lebih memantapkan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.
Penyediaan pangan dan gizi menjadikan satu sarana yang harus selalu ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan manusia Indonesia dalam jangka panjang. Jika penyediaan pangan tersebut dikaitkan dengan peningkatan mutu dan gizi penduduk maka dapat membawa konsekuensi yang cukup berat, mengingat jumlah kebutuhan pangan akan selalu meningkat. Dengan demikian pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia pada tingkat harga yang layak, serta terjangkau oleh daya bermasyarakat.
Permasalahan pangan di Indonesia karna adanya ciri-ciri di bidang konsumsi dan produksi. Ciri produksi pangan di Indonesia antara lain:
1.      Adanya ketimpangan antara tempat yang berkaitan dengan kerumitan dalam pemasaran dan distribusinya.
2.      Selain produksi pangan tidak merata menurut tempat, juga tidak merata menurut waktu yang pada akhirnya akan menimbulkan kendala tambahan dalam struktur distribusi, serta secara langsung akan berpengaruh terhadap harga yng akan diterima petani dan yang harus dibayarkan oleh konsumen
3.      Produksi pertanian, khususnya padi-padian setiap tahun selalu berfluktuasi, dipengaruhi oleh kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit tanaman, banjir, bencana alam dan lain-lain.
4.      Produksi berada ditangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata dan umumnya mereka hanya mengusahakan lahan relative sempit kurang daro 0,5 Ha, sehingga menyulitkan pengumpulan untuk didistribusikan kedaerah laen yang memerlukannya.
Mengingat upaya untuk mencapai tingkat keseimbangan yang tinggi antara pangan dan kesempatan kerja adalah hal yang sangat penting tidak saja ditinjau dari kesejahteraan sosial melainkan juga merupakan usaha yang strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh maka dengan adanya usaha tani yang areanya sempit dan tersebar tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pengembangan produksi.
Sementara itu, konsumsi pangan di Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Adanya perbedaaan dalam pola konsumi antar tempat. Secara umum, pola konsumsi pangan di Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu daerah yang masyarakatnya merupakan konsumen beras utama atau mengarah ke beras dan daerah yang masyarakatnya di samping mengkonsumsi beras juga mengkonsumsi bahan bukan beras sebagai bahan pokoknya
2.      Tingkat konsumsi yang berbeda antar tempat lebih mempersulit keadaan dalam alokasi dan distribusi pangan.
3.      Konsumsi pangan meningkat terus, khususnya beras.
4.      Jumlah penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa konsekuensi untuk terus meningkatkan penyeediaan kebutuhan pangan.
5.      Tidak meratanya penyebaran penduduk antar daerah membawa dampak terhadap masalah distribusi pangan .
2.1.1        Kebijakan Peningkatan Produksi Untuk Mencapai Swasembada Pangan
Peningkatan produksi pangan akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap laju pertumbuhan di Indonesia. Selain untuk mancapai swasembada, pembangunan, pertanian, tanaman pangan juga dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani. Semua ini dapat dicapai melalui peingkatan produksi.
Usaha intensifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya alam dari area hutan, pengairan, dan pertanian, baik tanah sawah, sawah pasang surut, tanah kering, dan sebagainya dengan menggunakan segala sarana produksi, seperti air, benih unggul, pestisida, dan sebagainya.
Kebijakan peningkatan produksi pangan ditempuh melalui penerapan inovasi panca usaha tani, seperti penggunaan benih varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama terpadu, pengairan, peralatan untuk pengolahan lahan, tersedianya kredit tani dan sebagainya. Inovasi ini kemudian menjadi “Sapta Usaha Tani”. Kebijakan ini memerlukan dukungan dalam upaya mengatasi gejala leveling off  (tren penurunan produksi setelah melewati puncak peningkatan produksi) yang selalu terasa pada periode-periode tertentu.
Untuk menunjang keberhasilan program keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna mencapai swasembada tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya melalui serangkaian kebijakan-kebijakan:
1.      Kebijakan bidang pembenihan
2.      Sarana produksi, pupuk, dan pestisida
3.      Kebijakan bidang perkreditan
4.      Kebijakan bidang perairan
5.      Kebijakan diseversifikasi usaha tani
6.      Kebijakan bidang penyuluhan
7.      Kebijakan harga input dan output
8.      Kebijakan penanganan pasca panen
2.1.2    Diversifikasi Komoditi
Diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup lama, tetapi pengembangannhya masih relatif tertinggal karena beberapa hal:
1.      Titik perhatian penentu kebijakan sejauh ini masih terpusat pda usaha untuk mencapai swasembada beras. Meskipun sudah tercapai pada tahun 1984, sumber daya yang ada masih juga terserap untuk mempertahankan swasembada tersebut.
2.      Pengembangan teknologi budi daya komoditi di luar padi masih juga tertinggal.
3.      Kebijakan di bidang pemasaran masih condong pada pencapaian target komoditi padi.
Di bidang produksi, pengertian diversifikasi menyangkut 2 hal, antara lain:
1.      Diversifikasi horizontal, yaitu diversifikasi yang berkaitan dengan produksi, yang dalam hal ini harus ditumbuhkan kesediaan petani produsen untuk menanam berbagai tanaman di lahan yang dikuasainya dengan tetap memperhatikan prinsip keuntungan komparatif terhadap penggunaan sumber daya alam dan sosial ekonomi setempat.
2.      Diversifikasi vertikal, yaitu yang berhubungan dengan sisi permintaan, yang lebih menekankan pada masalah penanganan lepas panen sejak dari tahap proses perdagangan sampai pada tahap konsumsinya.
Dalam pengembangan diversifikasi ini, salah satu prasyaratyang sangat penting adalah adanya informasi yang akurat tentang sifat-sifat lahan, aspirasi dan kemampuan petani, serta tersedianya sarana pendukung, seperti jalan, pasar,perkreditan, maupun peranan wilayah dalam perencanaan nasional.
Kebutuhan akan diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya merupakan suatu proses alamiah karena adanya peningkatan lebih lanjut dari kemakmuran masyarakat yang mendorong ke arah adanya perbaikan gizi yang bersumber pada perlunya diversifikasi konsumsi.
2.2            KEBIJAKAN SUBSIDI (SUBSIDY POLICY)
Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu subsidi harga produksi dan subsidi harga faktor produksi.
Subsidi harga produksi melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen dala negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatannya atau harga internasionalnya. Subsidi harga faktor produksi bertujuan untuk melindungi produsen dalam negeri dan dilakukan untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Bentuk subsidi harga faktor produksi dapat berupa biaya angkut faktor produksi ke pelosok atau perbedaan tingkat bunga bank dalam pengambilan kredit. Disamping itu bertujuan untuk melindungi produsen dan konsumen, kebijakan subsidi juga bertujuan untuk memperluas lapangan kerja dan meningkatkan produksi komoditas tertentu untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
2.2.1        Subsidi Harga Produksi
Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditas atau harga internasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk, pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yang ditanggung oleh pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk dalam negeri.
2.2.2        Subsidi Harga Faktor Produksi
Untuk membeli pupuk yang harganya masih relatif mahal, seringkali petani tidak memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya dengan bunga yang harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerinth dalam bentuk subsidi kepada petani. Selain melindungi produsen dan konsumen, subsidi juga bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produksi komoditas tertentu untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Subsidi pupuk di Indonesia dimulai tahun 1971, yaitu untuk melengkapi introduksi varietas padi unggul baru. Varietas padi unggul baru tersebut sangat responsive terhadap pupuk. Pengalaman suksesnya subsidi pupuk yang mendorong penggunaan pupuk dan pada giliran selanjutnya berpengaruh terhadap peningkatan produksi merupakan bukti bahwa sesungguhnya petani sangat respon terhadap harga input produksi, tetapi kesuksesan ini juga mempertahankan swasembada, penarikan kembali subsidi faktor produksi ( misalnya, pupuk) harus diikuti dengan peningkatan rasio harga output dan harga input.
2.3            KEBIJAKAN INVESTASI (INVESTMENT POLICY)
Kebijakan investasi di Indonesia dikeluarkan oleh badan koordinasi penanaman modal (BKPM) dengan dukungan dari departemen-departemen teknis terkait. BKPM menetapkan skala prioritas untuk usaha tertentu, misalnya pembukaan usaha besar diharapkan menghindari persaingan dengan usaha petani.
Berbagai kebijakan investasi dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk merangsang investasi baik oleh swasta nasional maupun swasta asing, namun sampai saat ini investasi dalam sektor pertanian masih relatif kecil. Hal ini disebabkan faktor keuntungan yang dapat diperoleh umumnya lebih kecil dibandingkan investasi disektor industri dan jasa serta berisiko lebih besar dibandingkan dengan sektor industri dan jasa.
2.4            KEBIJAKAN HARGA ( PRICE POLICY )
Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi).
Penetapan harga dasar oleh pemerintah menimbulkan konsekuensi lanjut terhadap pemerintah sehingga pemerintah harus ikut campur tangan dalam rantai pemasaran  karena adanya imperfeksi pasaryang merugikan produsen dan atau konsumen.
Kebijakan harga produk pertanian bertujuan untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
1.         Kontribusi terhadap anggaran pemerintah.
2.         Pertumbuhan devisa negara.
3.         Mengurangi ketidakstabilan harga.
4.         Memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya.
5.         Memberikan arah produksi, serta meningkatkan taraf swasenbada pangan dan serat-seratan.
6.         Meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.
Keadaan produsen dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan.
2.4.1    MEKANISME KEBIJAKAN HARGA DASAR ( FLOOR PRICE )
Pada musim panen, pemerintah perlu menetapkan harga dasar beras dengan tujuan untuk melindungi produsen beras. Harga dasar ini akan berpengaruh efektif apabila ditetapkan diatas harga ekuilibrium (harga pasar yang berlaku). Harga dasar yang efektif mengakibatkan kelebihan penawaran sehingga terdapat surplus beras yang tidak terjual.
Pada keadaan normal, jumlah beras yang ditawarkan (gambar 12.2) merupakan kurva penawaran So dan keseimbangan tercapai di Titik a, yang dalam hal ini jumlah keseimbangan yang tercapai sebesar Qo dan harga keseimbangan Po. Apabila jumlah penawaran beras bertambah maka kurva penawaran bergeser dari So ke S1 dan keseimbangan baru tercapai dititik c. pada titik keseimbangan c ini, jumlah keseimbangan sebesar Q1 dan harga keseimbangan P1.
                                                                                                                                                                                                                                                  P                               Do                    
                                                                                      So
                         Po                                           A                          Sf
                              P1                                                               B                 D            S1         
                         P2
                                                                                  C
                                                                                                                                 Q    
                                                                      Qo    Qf      Q1      Q2
Gambar 12.2 Pengaruh Penetapan harga dasar
Apabila harga P1 ini dianggap merugikan petani produsen maka pemerintah dapat menentukan harga dasar sebesar Pf. Dengan ditetapkannya harga dasar sebesar Pf, jumlah yang ditawarkan sebesar Q2 dan jumlah yang diminta sebesar Qf  sehingga terjadi kelebihan penawaran sebesar Q2-Qf. Agar harga di pasar mencapai sebesar Pf  maka pemerintah harus membeli kelebihan penawaran ini.
2.4.2        MEKANISME KEBIJAKAN HARGA TERTINGGI ( CEILING PRICE )
Berbeda dengan penetapan harga dasar yang bertujuan untuk melindungi produsen , penetapan harga maksimum adalah untuk melindungi konsumen. Artinya, membeli beras pada waktu terjadi kelebihan penawaran dan mengeluarkan stok beras pada waktu terjadi kelebihan permintaan. Ini berarti bahwa Bulog membeli beras pada saat harga rendah (pada musim panen raya) dan menjualnya kembali pada saat harga tinggi (pada musim paceklik).
2.4.3        HARGA PERANGSANG ( PRICE SUPPORT )
Apabila tidak ada stok nasional dan terjadi kelebihan permintaan (excess demand)  di pasar domestic maka pemerintah dapat memenuhi kebutuhan beras dengan 2 cara, yaitu mengimpor atau miningkatkan produksi dalam negeri. Apabila pemerintah mengurangi ketergantungan dari luar negeri dan memilih usaha peningkatan produksi dalam negeri maka salah satu caranya adalah  dengan menerapkan harga perangsang (price support).
2.5            KEBIJAKAN PEMASARAN ( MARKET POLICY )
Kegiatan pemerintah untuk mengatur distribusi barang (terutgama beras) antar daerah dan atau antar waktu sehingga diantara harga yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh produsen terdapan marjin pemasaran dalam jumlah tertentu sehingga dapat merangsang proses produksi dan proses pemasaran.
Pemasaran yang tidak efisien menyebabkan bagian petani (farmer’s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang peninggkatan produksi lebih lanjut. Efisiensi pemasaran biasanya diukur dari besar-kecilnya margin pemasaran, setelah mempertimbangkan berbagai fungsi yang dijalankan dalam kegiatan pemasaran tersebut.
2.5.1        MARGIN PEMASARAN
Perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen disebut dengan margin pemasaran, yang dirumuskan sebagai berikut :
    M = Pr-Pf
Dimana :
     M : Margin Pemasaran
     Pr : Harga ditingkat pengecer (retail price).
     Pf : Harga ditingkat petani (farn gate price).
Selain menerima keuntungan, lembaga pemasaran juga telah mengeluarkan sejumlah biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi- fungsi pemasaran yang dijalankan oleh  lembaga pemasaran dapat berupa penyimpanan (storage), penggolongan mutu (gradding), standarisasi (standardization), transportasi (transportation), dan pengolahan (processing). Dengan demikian, margin pemasaran sama dengan keuntungan ditambah biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
M = II + CM
Dimana :
M      :  Marjin pemasaran.
II       :  Keuntungan lembaga pemasaran.
CM   : Biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk menjalankan fungsi   pemasaran.
Selisih antara harga ditingkat pengecer dn harga ditingkat petani disebut margin pemasaran yang besarnya sama dengan hasil kali antara selisih harga tersebut dengan jumlah yang dipasarkan.
2.5.2        KESEIMBANGAN ANTARTEMPAT
Untuk meningkatkan guna antartempat dibutuhkan biaya transfer, sedangkan untuk meningkatkan guna antarwaktu dibutuhkan biaya penyimpanan. Keseimbangan antartempat dibedakan menjadi 2, yaitu keseimbangan antar tempat tanpa biaya transfer dan keseimbangan antartempat dengan biaya transfer. Biaya transfer adalah biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan barang antar dua tempat.
Untuk melancarkan pemasaran hasil-hasil pertanian, pemerintah menentukan berbagai kebijakan, antara lain menetapkan rantai pemasaran yang sependek mungkin, membentuk kantor pemasaran bersama atau menetapkan pola, serta menunjuk distributor dan pengecer tertentu untuk komoditi yang tertentu pula.
2.6            KEBIJAKAN KONSUMSI ( CONSUMPTION POLICY )
Undang-undang RI No. 7 THN 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, serta pembuatan makan atau minuman.
Perubahan orientasi  pembangunan di bidang pangan meliputi 5 aspek, antara lain :
1.         Dari orientasi swasembada beras menjadi swasembada pangann.
2.         Orientasi pemenuhan kuantitas menjadi orientasi yang menekankan kepada kualitas pangan.
3.         Orientasi yang berupaya untuk mengatasi situasi yang berlebih melalui mekanisme pasar.
4.         Orientasi yang menekankan pada upaya mencukupi kebutuhan pangan melalui peningkatan produksi, menjadi orientasi untuk menghasilkan  atau memproduksi pangan  yang sesuai dengan permintaan pasar.
5.         Orientasi yang menitikberatkan kepada komoditas tunggal menjadi orientasi kapada pangan yang beranekaragam.
Keterkaitan antara pendapatan dan permintaan akan pangan disebutkan dalam teori haga bahwa semakin tinggi harga suatu barang cenderung akan mengurangi permintaan akan barang tersebut dan sebaliknya.
Pada dasarnya, keragaman atau diversifikasi pangan mencakup 3 lingkup pengertian yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu divesifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Pengetahuan tentang permintaan terhadap keanekaragaman yang direfleksikan oleh perkembangan keanekaragaman konsumsi pangan merupakan hal yang penting berdasarkan beberapa alas an, antara lain :
1.      Dalam lingkup kepentingan nasional, pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap kelestarian swasembada atau ketahanan dan keamanan pangan.
2.      Diversifikasi konsumsi akan mengubah alokasi sumber daya kea rah yang lebih efesien, fleksibel, dan stabil.
3.      Keanekaragaman pangan juga penting dilihat dari segi nutrisi.
4.      Pengetahuan tentang ketahanan pangan juga akan berguna dalam perumusan strategi pengembangan sistem pangan yang menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, serta pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran  pangan sampai dengan siap dikonsumsi oleh manusia.
Pemerintah juga meluncurkan Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi dalam rangka mencapai cukup pangan dan bebas gizi buruk. Kebijakan ini diharapkan dapat mengatasi masalah gizi buruk yang dialami oleh 1,7 juta anak balita dengan melibatkan sektor lain, diantaranya sektor kesehatan dan pengembangan wilayah.
BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk.
Politik pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah dalam kehidupan pertanian. Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu , seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efesien produksi naik, tingkat hidup petani lebih tinggi, dan kesejahteraan menjadi merata.
Politik pertanian dalah campur tangan pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efesiensi yang menyangkut alokasi sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu mengalokasikan keuntungan pertanian antargolongan dan antardaerah, keamanan persediaan jangka panjang.
3.2      SARAN
Diharapkan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bisa lebih dimengerti dan memahami lebih dalam tentang kebijakan pertanian seperti yang telah di jelaskan dalam makalah ini.


Sumber: Hanafie, Rita. (2010). Pengantar Ekonomi Pertanian. ANDI. Yogyakarta.

2 comments:

  1. Artikel bagus, Pernahkah Anda mendengar LFDS (Le_Meridian Funding Service, Email: lfdsloans@outlook.com --WhatsApp Contact: +1-9893943740--lfdsloans@lemeridianfds.com) adalah ketika layanan pendanaan AS / Inggris mereka memberi saya pinjaman $ 95.000,00 untuk memulai bisnis saya dan saya telah membayar mereka setiap tahun selama dua tahun sekarang dan saya masih memiliki 2 tahun lagi walaupun saya senang bekerja dengan mereka karena mereka adalah Pemberi Pinjaman asli yang dapat memberi Anda segala jenis pinjaman.

    ReplyDelete