ANALISIS PERMINTAAN
A.
Pilihan
konsumen : Pendekatan Iso-Mashlahah
Fungsi
permintaan diturunkan dengan pendekatan mashlahah, di mana mashlahah bisa
diukur dalam satuan nominal. Dalam hal ini, sebenarnya terdapat dua pendekatan
untuk mengetahui perilaku konsumen, yaitu pendekatan mashlahah marginal dan
pendekatan iso-mashlahah. Pendekatan pertama di dasarkan pada pandangan bahwa
manfaat maupun berkah atas suatu kegiatan konsumsi bisa dirasakan dan di ukur
oleh konsumen. Sementara pendekatan kedua di dasarkan pada pandangan bahwa
mashlahah, terutama berkah hannya bisa dirasakan, namun tidak bisa di ukur
seberapa besarnya.
1.
Karakteristik
Iso-mashlahah
Kurva iso-mashlahah (IM) menunjukkan
kombinasi dua barang/jasa yang memberikan mashlahah yang sama. Setiap konsumen
memiliki alternatif kombinasi berbagai barang/jasa yang diperkirakan memberikan
mashlahah sama
Inilah yang disebut dengan
iso-mashlahah, yaitu setiap titik kombinasi barang yang ada pada suatu kurva
msaslahah mempunyai tingkat mashlahah yang sama.
Menurut Zaid membeli dua belas surat kabar dan satu majalah yang memberikan
mashlahah yang sama. Kombinasi yang disebut dengan ISO-mashlahah, yaitu setiap
titik kombinasi barang yang ada pada suatu kurva mashlahah mempunyai tingkat
yang sama.
Y1
|
Y
|
Y3
|
Y2
|
C
|
A
|
B
|
IM
|
X
|
0
|
X1
|
X2
|
X3
|
Gambar 5.1. kurva
Iso-mashlahah
Setiap titik yang ada pada kurva
iso-mashlahah tersebut mempunyai tingkat mashlahah yang sama. Pada titik A
jumlah barang yang terkandung adalah X1 dan Y1, pada titik B jumlah barang yang
dikandung adalah X2 dan Y2 dan pada titik C jumlah barang
yang tersedia adalah X3 dan Y3.
a. Bentuk
Kurva Iso-Mashlahah
Kurva iso-mashlahah
berbentuk cembung dan mempunyai slope negatif. Hal ini menunjukkan adanya
mekanismesubstitusi antara kedua barang dengan substitusi dekat tidak sempurna.
Ketika jumlah barang Y
turun, sementara konsume harus tetap berada pada tingkat kepuasan yang sama,
maka penurunan kandungan barang Y ini harus dikompensasikan dengan naiknya
barang X. Naiknya jumlah barang X merupakan penggantian substitusi ataupun
kompensasi atas turunya barang Y.
b. Posisi
Kurva dan Tingkat Mashlahah
Ketika konsumen
melakukan kegiatan halal dan tayyib,
maka dengan semakin semakin tingginya frekuensi kegiatan akan semakin tinggi
pula mashlahah yang ia peroleh.
Hal ini bisa
ditunjukkan oleh semakin tingginya kurva iso-mashlahah. Kurva iso-mashlahah
yang lebih tinggi menunjukkan tingkat mashlahah yang lebih tinggi pula.
Y1
|
Y
|
Y3
|
Y2
|
C
|
A
|
B
|
IM1
|
X
|
0
|
X1
|
X2
|
X3
|
IM2
|
Gambar 5.2. Perubahan Tingkat Mashlahah
Pada gambar di
atas ditunjukkan adanya dua kurva iso-mashlahah dengan posisi yang berbeda.
IM2 mempunyai
tingkat lebih tinggi dari IM1, jika kita lihat kandungan isi barang pada
kedua titik kombinasi ini terlihat bahwa titik A mempunyai kandungan barang X1
danY1 sementara pada titik kombinasi E mempunyai isi barang X2
dan Y1.
Titik
E: X2, Y1
Titik
E: X1, Y1
Selisih
= X2- X1>0, karena X2 > X1
c. Tingkat
Substitusi Semakin Menurun
Slope
dari kurva mashlahah pada masing-masing titik ada menunjukkan tingkat kemampuan
untuk melakukan substitusi. Konsumen bisa berpindah posisi A menuju posisi B
atau C
Pergerakan
dari titik A menuju B menunjukkan bahwa konsumen mau mengorbankan barang Y yang
dikonsumsi sebesar (Y2-Y1) untuk mendapatkan tambahan
konsumsi X sebesar (X2-X1).
2.
Bentuk
Kurva Iso-mashlahah
Kandungan berkah dalam masing-masing
barang sangat menentukan pilihan konsumen. Konsumen yang rasional akan memiliki
kecenderungan pilihan pada penggunaan barang-barang dengan kandungan berkah
yang tinggi dibandingkan dengan barang yang kandungan berkahnya rendah.
Sepanjang ada kemampuan finansial yang mendukungnya.
Untuk itu, disini akan didiskusikan
bagaimana kandungan berkah ini memengaruhi bentuk dari kurva iso-mashlahah.
a.
Kurva Iso-mashlahah
dengan kandungan berkah yang setingkat
Adakala seorang konsumen dihadapkan pada
pilihan konsumsi antara dua barang yang dimiliki berkah yang setingkat. Setiap
barang/jasa yang halal dan memberikan kemanfaatan yang sama akan diharapkan
memberikan keberkahan yg sama pula.
Hal
ini bisa dilihat pada barang substitusi sempurna atau dekat, seperti komputer
berbeda merek. Persaingan dalam produk komputer saat ini sangat ketat sehingga
antara merek satu dengan yang lainnya sesungguhnya secara kualitas atau
kemanfaatan tidak berbeda jauh (bahkan sama).
X2
|
0
|
X1
|
X
|
Y1
|
Y
|
Y2
|
C
|
A
|
B
|
IM1
|
IM2
|
Gambar
5.3
Perubahan
Mashlahah pada Dua Barang dengan Berkah setingkat
Kondisi ini bisa dilukiskan oleh kurva
iso-mashlahah yang memiliki tingkat kemiringan yang simetris antara dua barang.
Karena barang X dan barang Y memiliki kandunga berkah yang setingkat, maka
mashlahah akan meningkat jika adanya tambahan penggunaan barang X yang
dikombinasikan dengan tambahan penggunaan barang Ydalam jumlah yang sama.
b.
Kurva Iso-mashlahah
dengan Kandungan Berkah yang tidak setingkat
Dalam dunia nyata, sebenarnya sangat
sulit konsumen untuk menemukan barang-barang yang memiliki kandungan berkah
yang benar-benar setingkat. Dalam hal ini, jika konsumen ingin meningkatkan
mashlahah yang ia peroleh, maka ia harus melakukan perubahan jumlah barang yang
dibelanjakan dalam komposisi yang berbeda. sebagai misal jika kandungan berkah
barang Y lebih tinggi daripada X maka kurva iso-mashlahah dilukiskan akan
cenderung landai.
3.
KEMAMPUAN SUBSTITUSI ANTAR BARANG
Pada bagian-bagian sebelumnya telah
dibahas bagaimana perbedaan kandungan mashlahah pada masing-masing barang
melatar belakangi pilihan konsumen bahwasannya kandungan berkah yang ada pada
masing-masing barang bisa berbeda sehingga kecenderungan pilihan konsumen
muslim akan jatuh pada barang tersebut.
Secara aljabar kurva iso-mashlahah bisa
di ekspresikan sebagai berikut:
M = m(X,Y,BX,BY)
Tingkat
kemampuan barang X menggantikan fungsi barang Y bisa dirumuskan sebagai
perbandingan antara perubahan Y dan perubahan X untuk mendapatkan mashlahah
yang sama kemampuan substitusi Y terhadap X adalah = ∆Y/∆X ≡ δY/δX
Dengan
melakukan dirivasi persial dan menaikkan dengan konsep mashlahah bab IV, maka
akan diperoleh penurunan formula terdapat pada lampiran bab ini :
|
δY/δX | = MMX/MMY
Dimana
MMX dan MMY adalah mashlahah marginal untuk barang X dan
barang Y.
a.
Kemampuan substitusi yang
menurun (Decreasing)
Jika berkah marginal (MB) bersifat
increasing dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari tingkat penurunan
marginal manfaat duniawi (MF). Maka mashlahah marginal akan mengalami
decreasing. Bentuk kurva iso-mashlahah yang merepresentasikan sifat ini
digambar berikut ini :
IM
|
Y
|
X
|
Gambar
5.6
Kurva
Iso-Mashlahah dengan Substitusi yang Menurun
b.
Kemampuan Substitusi
yang Konstan
Jika berkah marginal (MB) bersifat
increasing dengan tingkat pertumbuhan yang sama dengan tingkat penurunan marginal manfaat duniawi
(MF), maka mashlahah marginal akakn konstan. Hal ini digambarkan berikut ini.
Y
|
X
|
IM
|
Gambar 5.6.
Kurva Iso-Mashlahah
dengan Substitusi yang Konstan
c. Kemampuan
substitusi yang Meningkat (Increasing)
Jika marginal berkah (MB) bersifat
increasing dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat penurunan
marginal manfaat fisik (MF), maka mashlahah marginal akan increasing. Hal
ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Y
|
X
|
IM
|
Gambar 5.8
Kurva Iso-Mashlahah
dengan Substitusi yang Meningkat
4.
BATASAN
INDIVIDU DAN ETIKA DALAM KONSUMSI
Pada pembahasan – pembahasan
sebelumnya kita telah mendiskusikan salah satu sisi dari teori pilihan
konsumen, yaitu preferensi konsumen. Konsumen akan menghadapi berbagai kendala
atau batasan yang harus diperhatikan dalam menentukan pilihan konsumsi.
Berbagai batasan ini antara lain : barangnya harus halal, dikonsumsi tidak
dalam jumlah berlebih-lebihan (israf), memerhatikan
kebutuhan orang lain yang menyesuaikan dengan kemampuan anggaran karena
kehalalan merupakan batasan minimal dalam konsumsi, maka diasumsikan seluruh
barang yang dikonsumsi adalah halal sehingga terdapat tiga kendala utama yang
harus dipenuhi.
a. Kendala
Anggaran (Budget)
Kendala penting yang dihadapi oleh konsumen muslim dalam
menentukan pilihan mereka dalam mengonsumsi barang dan jasa adalah anggaran.
Disini akan
didiskusikan bagaimana kendala anggaran mampu “menghalangi” konsumen dari
mengonsumsi barang. Jika memungkinkan, maka pendapat harus dialokasikan pula
untuk sedekah atau amal saleh (zakat, jika telah memenuhi syarat), serta
investasi atau tabungan untuk hari esok. Allah memerintahkan hamba-Nya tidak
saja untuk memikirkan hari ini, tetapi juga hari esok.
1) Penurunan
kurva Anggaran (Allocated Budget)
Jika seluruh pendapatan
konsumen adalah I, maka pendapatan yang siap dikonsumsikan (IC)
merupakan suatu bagian dari pendapatan total. Sementara terdapat alokasi lain
dari pendapatan, yaitu untuk menabung atau investasi (IS) dan amal
saleh (IA) sehingga
I= IC +
IS + I A
AB ≥ IC
2) Efek
Perubahan Pendapatan pada Kurva Anggaran
Pendapatan mempunyai dampak langsung
pada kemampuan untuk mengonsumsi barang. Asumsikan di sini bahwa allocated budget naik dari AB menjadi
AB’.
bentuk kurva tersebut bisa dilihat pada gambar berikut ini.
bentuk kurva tersebut bisa dilihat pada gambar berikut ini.
AB’/PY
|
AB/PY
|
AB’/PX
|
AB/PX
|
Gambar
5.10.
Perubahan
Kurva Anggaran karena Peningkatan Pendapatan
Dari gambar di atas bisa dilihat
bahwa kurva yang baru merupakan pergeseran kurva lama ke arah kanandan meluncur
ke bawah sejajar dengan kurva lama.
Dengan demikian, untuk menggambarkan pengaruh dari kenaikan pendapatan,
maka hal ini cukup dilakukan dengan menggeser kurva ke arah kanan. Sebaliknya,
jika terjadi penurunan budget, maka hal ini cukup ditunjukan dengan pergeseran
kurva ke arah kiri.
3) Efek
Perubahan Harga pada Kurva Alokasi Anggaran
Ada beberapa
kemungkinan akibat yang terjadi menurut penyebabnya.
(a) Penerunan
Harga pada Salah Satu Barang
Perlu disesuaikan dengan perubahan yang
ada. Dengan adanya perubahan yang terjadi, maka slope dari kurva budget berubah menajdi:
dY/dX = -(P’X/PY)
hal yang sama
akan bisa ditemui jika terjadi penurunan pada harga barang Y saja. Pada kasus
ini PY naik menjadi p’Y dengan anggaran yang tetap sama,
dan harga barang X juga tetap tidak berubah.
AB/P’Y
|
Y
|
AB/PY
|
AB/PX
|
X
|
Hal yang sama akan bisa di
temui jika terjadi penurunan pada harga
barang Y saja. Pada kasus ini Py naik menjadi P’y dengan anggaran yang
tetap sama, dan harga barang X juga tetap tidak berubah.
(b)
Penurunan Harga pada
Kedua Barang
Kemungkinan lain dari
perubahan yang terjadi adalah adanya perubahan harga pada kedua barang.
Perubahan ini bisa terjadi dalam beberapa skema.
Untuk mengetahui efek
yang ditimbulkannya, maka sekali lagi kita perlu memidifikasi persamaan (5.3.)
Asumsikan di sini bahwa
penurunan harga untuk kedua barang adalah sebesar δ sehingga:
AB
= (1-δ)Px X + (1-δ) Py
Y
Jika persamaan (5.7) disederhanakan,
maka diperoleh:
AB/
(1-δ)Px - (Px
/PY) X = Y
dY/dX = slope AB = -(PX/ PY)
intercept = AB/(1-δ) PX
Jika dibandingkan dengan persamaan (5.3)
tampak bahwa persamaan (5.7) memiliki slope yang tidak berubah, namun memiliki
intercept yang lebih besar. Hal inibisa dilukiskan denganadanya pergeseran
kurva anggaran sejajar ke arah kanan.
Dengan demikian, efek yang ditimbulkan
oleh penurunan harga pada kedua barang, dengan jumlah penurunan yang sama,
adalah kenaikan intercept dari AB/PY menjadi AB/(1-d)PY.
Hal ini bisa ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Perubahan Kurva Anggaran karena
Penurunan Harga X dan Y
Dengan
melihat gambar di atas, maka bisa ditengarai bahwasanya efek dari penurunan
harga pada kedua barang, dengan jumlah penurunan yang sama, adalah bergesernya
kurva alokasi budget ke sebelah kanan. Bandingkan hal ini dengan kasus kenaikan
pendapatan yang ditunjukkan dalam gambar 5.10. di atas. Hal sebaliknya
akan terjadi jika harga kedua barang naik secara bersama-sama dengan tingkat
kenaikan yang sama; Ini akan mengakibatkan kurva alokasi budget bergeser ke
kiri secara sejajar.
Adapun
kasus penurunan harga pada kedua barang dengan jumlah penurunan yang tidak sama
di antara keduanya akan mempunyai efek yang berbeda dengan efek yang baru saja
disebutkan di atas. Untuk mengetahui hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri
kembali teknik yang ditempuh di depan. Hal ini diserahkan kepada pembaca
sendiri sebagai latihan.
(ii)
Efek Perubahan Harga
dan Pendapatan secara Simultan pada Kurva Alokasi Anggaran
Untuk
mengetahui efek adanya kenaikan pendapatan dan harga semua barang diasumsikan
terlebih dahulu bahwa tingkat kenaikan pada harga dan pendapatan adalah sama.
Asumsikan kenaikan pada masing-masing variabel adalah sebesar d.
Untuk mengetahui hal ini maka kembali di sini akan kita modfikasi persamaan
(5.3) dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Asumsikan di sini bahwa
penurunan allocated budget dan harga untuk kedua barang adalah sebesar d,
sehingga modifikasi atas persamaan (5.3) adalah sebagai berikut:
AB(1-d)
= (1-d)PX
X + (1-d)PY Y ....(5.10)
Jika persamaan (5.10) kita selesaikan
untuk Y maka diperoleh:
AB(1-d)/(1-d)PY
– [(1-d)PX/(1-d)PY]X
= Y
AB/PY – [PX/PY]X
= Y ......(5.11)
Persamaan
(5.11) di atas ternyata sama dengan persamaan (5.3) Hal ini menunjukkan bahwa
penurunan dengan tingkat yang sama yang terjadi pada semua variabel akan tidak
berpengaruh apa-apa (netral). Hal ini
disebabkan karena penurunan harga-harga barang dikompensasi dengan allocated
budget dalam jumlah/tingkat yang sama. Sekaligus di sini menunjukkan bahwa
jika terjadi penurunan harga secara serentak di satu pihak dan tidak ada
keinginan untuk mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar dari sebelumnya maka
akan terjadi penghematan yaitu sebesar allocated budget yang lama
dikurangi dengan allocated budget yang baru. Demikian juga sebaliknya
jika yang terjadi adalah kenaikan harga secara serentak, maka jika konsumen
tetap ingin mempertahankan jumlah konsumsinya seperti semula, maka dia harus
mengeluarkan tambahan allocated budget sebesar selisih antara allocated
budget yang lama dengan allocated budget yang baru.
(1) Kendala
Israf
Dalam Islam meskipun seseorang mempunyai
uang yang banyak maka tidak serta merta mereka diperbolehkan untuk menggunakan
uangnya untuk membeli apa saja yang mereka inginkan dan dalam jumlah berapapun
yang mereka inginkan. Batasan anggaran memang harus dipenuhi, tetapi batasan
ini saja belum cukup. Jadi ekspresi (5.2.) masih merupakan necessary
condition, belum merupakan sufficient condition. Salah satu batasan
lain yang harus diperhatikan adalah tidak bolehnya berlebih-lebihan atau israf
Secara
umum kriteria israf ini akan berbeda sesuai dengan kekayaan yang
dimiliki oleh konsumen. Semakin kaya seorang konsumen maka batasan israf akan
semakin meningkat, meskipun ada batas maksimal pada setingkat tertentu.
Misalnya, seseorang yang memiliki pendapatan
siap konsumsi senilai Rp 10 juta per bulan adalah wajar jika kemudian ia
mengkonsumsi sandang-pangan senilai Rp 3 juta, namun bagi orang yang
pendapatannya hanya Rp 4 juta perbulan hal ini merupakan hal yang berlebihan.
Dengan demikian penampilan grafis dari batasan israf di sini bisa
ditampilkan bergerak mengikuti tingkat pendapatannya.
Gambar 5.10.a Gambar
5.10.b
Kendala
Israf pada Anggaran Tertentu Kendala
israf ketika Anggaran Meningkat
Dalam
kedua gambar di atas ditampilkan jumlah barang X dan Y maksimum yang bisa
dikonsumsi dalam kategori yang tidak israf. Jika seorang konsumen
mengkonsumsi barang Y lebih dari sejumlah a
maka hal ini sudah dianggap israf. Begitu juga jika seorang agen mengkonsumsi
barang X lebih dari sebesar b
maka hal ini masuk dalam kategori israf.
Agar terhindar dari israf maka terdapat prinsip yang terus dipegang,
yaitu dalam mengkonsumsi sejumlah barang maka harus bisa menciptakan maslahah (maslahah generating). Adapun indikator yang bisa
digunakan untuk menilai apakah konsumsi barang tersebut menciptakan maslahah atau tidak antara lain adalah:
1. Untuk
barang tahan lama (non-durable) maka konsumsinya tidak sampai
mentabdzirkan atau tidak menimbulkan hal yang sia-sia
2. Untuk
barang habis pakai (durable) maka tingkat utilisasi tinggi
3. Jika
dihitung kelayakannya, maka kelayakannya mencapai tingkat kelayakan yang
standar atau lebih besar
4. Menimbulkan
opportunity cost yang tinggi jika tidak dikonsumsi. Opportunity cost
di sini akan terkait langsung pada kelayakan sebagaimana yang dimaksud pada
poin 3. Secara lebih spesifik opportunity cost ini akan menjadi salah
satu komponen dalam penilaian kelayakan.
5. Adanya
maslahah yang tidak bisa dikategorikan pada keempat
poin di atas. Misalnya mengkonsumsi sesuatu barang dalam rangka memenuhi hobby
yang halal atau mubah yang sifatnya sangat spesifik.
6. Kelima
poin di atas tidak boleh dilandasi ataupun terkontaminasi dengan dengan
tujuan-tujuan yang bathil.
(2) Mempertimbangkan
Kebutuhan Orang Lain
Di
samping Islam mengajarkan umatnya untuk tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi,
Islam juga menuntun agar kita peduli kepada orang lain, terutama sanak kerabat,
tetangga, fakir miskin, anak yatim ataupun konsumen lainnya. Tingkat kepedulian
ini akan berpengaruh terhadap konsumsi sehingga akan mempengaruhi seberapa
barang yang akan dibeli. Secara spesifik, kepedulian ini dimaknai sebagai
bentuk amal sholeh, yaitu kemauan konsumen untuk membelanjakan barang/jasa
untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kepedulian ini juga bisa dimaknai sebagai
upaya memberikan kesempatan konsumen lain untuk membeli barang yang dibutuhkan,
misalkan ketika terjadi kekurangan stok barang. Kedua hal ini membawa implikasi
adanya perubahan preferensi konsumen terhadap suatu barang, di mana konsumen
akan lebih menyukai barang-barang yang dibutuhkan orang tersebut. Secara
geometris, kendala ini bisa dilukiskan sebagai perubahan bentuk kurva iso-maslahah .
5.1.1. Keseimbangan
Konsumen
Setelah mendiskusikan elemen-elemen
pembentuk dari skema pilihan konsumen maka sekarang ini saatnya untuk
menggabungkan kedua argumen tersebut untuk menentukan pilihan konsumen. Untuk
itu kita gabungkan kesemua kendala di atas.
Gambar 5.11.
Keseimbangan Konsumen dengan Kendala
Anggaran & Israf
Pada gambar 5.11. di atas
menunjukkan situasi seorang konsumen yang ingin mencapai tingkat maslahah tertentu yang ditunjukkan oleh IM. Konsumen
tersebut menginginkan jumlah pengeluaran yang minimum dalam rangka mencapai maslahah tersebut. Di lain pihak terdapat kendala yang
membatasi konsumen tersebut agar tidak sampai jatuh ke israf. Situasi
anggaran konsumen ditunjukkan oleh kurva anggaran, sementara kendala israf ditunjukkan
oleh kedua garis vertikal X = b
dan garis horisontal Y = a.
Anggap di sini konsumen yang bersangkutan mempunyai beberapa calon kandidat
pilihan mereka yang ditetapkan secara sebarang yaitu titik-titik A,B,C, dan
D. Semua titik tersebut masih berada dalam boundary tidak israf.
Daerah seluas segiempat AECF merupakan daerah yang memungkinkan untuk
dikonsumsi oleh konsumen.
Nampak dalam gambar bahwa titik D berada
di luar kurva isomaslahah, yang berarti titik D tidak mampu menjangkau
tingkat maslahah yang diinginkan. Dari tiga titik yang tersisa:
A, B dan C semuanya berada tepat pada kurva isomaslahah, yang berarti mereka mampu memfasilitasi
tercapainya tingkat maslahah yang diinginkan. Kemudian setelah dilihat
seberapa besar jumlah biaya yang harus dikeluarkan, maka titik B merupakan
satu-satunya titik yang menghasilkan tingkat pengeluaran terendah karena titik
B berada pada kurva alokasi anggaran yang lebih rendah, (AB)2.
Sementara titik-titik lainnya, A dan C, berada pada kurva alokasi anggaran yang
lebih tinggi yaitu (AB)3. Dengan demikian maka titik B menghasilkan
pengeluaran yang optimal bagi konsumen yang bersangkutan.
Jika
dianalisis secara matematis, fungsi permintaan terhadap barang X dapat
dituliskan sebagai berikut (Perhitungannya lihat lampiran):
......(5.12)
Persamaan
5.12. ini menunjukkan fungsi permintaan, di mana jumlah barang yang
diminta (Dx) memiliki korelasi negatif dengan harga barang tersebut.
Jika harga suatu barang meningkat maka permintaan akan barang tersebut akan
menurun, jika kandungan berkah pada barang tersebut dan barang lain tidak
berubah.
5.2.
Efek Berkah pada Pilihan Optimal
Kandungan berkah sangat mempengaruhi preferensi
konsumen. Di sini akan kita lihat suatu situasi perubahan kandungan berkah
setelah konsumen mencapai maslahah optimalnya.
X1 X2
X
|
IMR
|
IMQ
|
Y
Y1
Y2
|
Gambar 5.12. Efek Perubahan
Kandungan Berkah
Gambar
5.12.merepresentasikan kembali keseimbangan konsumen
yang telah tercapai sebagaimana ditunjukkan sebelumnya oleh gambar 5.11.
di atas. Sekarang, setelah mencapai kombinasi barang yang bisa mencapai maslahah yang optimum (X1, Y1),
anggaplah bahwa konsumen yang bersangkutan menghadapi perubahan kandungan
berkah yang terjadi pada barang X; barang X mengalami peningkatan kandungan
berkah. Hal ini jelas mempengaruhi preferensi konsumen. Konsumen yang tadinya
netral terhadap keduanya, sekarang “terpaksa” harus lebih menyukai barang X.
Perubahan preferensi ini ditunjukkan oleh perubahan bentuk kurva isomaslahah dari IM0 menjadi IM1.
Adanya kenaikan kandungan berkah pada barang X menyebabkan kurva iso-maslahah menjadi lebih curam, sehingga berdampak pada
tingkat konsumsi terhadap barang X yang lebih tinggi. Subscript Q dan R
pada kurva isomaslahah menunjukkan kurva yang menunjukkan tingkat maslahah masing-masing sebesar Q dan R (R>Q).
Kotak
5.1.
Pengaruh
Kepedulian Sosial Perusahaan terhadap Pembelian
Dewasa
ini kepedulian masyarakat terhadap tanggungjawab sosial semakin mendapatkan
perhatian, bahkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan semakin
memandang penting terhadap perlunya perhatian mereka terhadap aspek lingkungan,
dan hal inilah yang kemudian melahirkan konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(Corporate Social Responsibility). Bentuk kegiatan dari CSR ini semakin
bervariasi dan berkembang, dari penerapan teknologi yang ramah lingkungan,
pemberian beasiswa studi kepada siswa kurang mampu, pemberian bantuan kepada
korban bencana alam dan sebagainya.
Islam
telah mengajarkan pentingnya kepedulian sosial ini tidak hanya ketika manusia
dalam kondisi berkecukupan, bahkan ketika manusia dalam kondisi kesulitan. Oleh
karena itu kepedulian ini tidak hanya tercermin dari tindakan-tindakan
kepedulian setelah seseorang atau perusahaan mendapatkan laba yang cukup tinggi,
namun pada setiap setingkat keuntungan. Sebagai misal sebagian perusahaan
mengalokasikan 2,5 persen dari laba bersihnya untuk zakat atau dialokasikan
untuk fakir miskin, pembangunan tempat ibadah, fasilitas pendidikan dan
sebagainya. Informasi ini seringkali diinformasikan kepada konsumen dalam
bentuk label dalam kemasan produknya, sebagai misal label ‘2,5% dari laba
perusahaan akan dialokasikan untuk anak jalanan’ yang tertera pada sebuah merk
air mineral.
Kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan ini merupakan salah satu sumber peningkatan
keberkahan. Ketika konsumen mengetahui bahwa kandungan berkah pada suatu barang
meningkat, maka ia akan meningkatkan pembelian atas barang tersebut dan
mengurangi pembelian terhadap barang yang kandungan berkahnya lebih rendah.
Jika hal itu dianalisis secara
matematis, dengan melihat persamaan 5.12 di atas maka akan terlihat
bahwa peningkatan kandungan berkah suatu barang (bx) akan
meningkatkan jumlah barang yang diminta (Dx).
Asumsikan
nilai PX = PY = 10, bX = bY = 1, a=b=1
dan I = 1000. Maka jumlah barang X yang diminta adalah 50 dan jumlah Y yang
diminta adalah 50. Jika sekarang jumlah berkah dari barang X meningkat karena
adanya amal soleh (bX = 2) maka jumlah barang X yang diminta adalah
sebesar 60 dan jumlah barang Y yang diminta adalah 40. Terlihat di sini bahwa
jumlah barang Y turun sebagai akibat dari naiknya kandungan berkah pada barang
saingannya (X). Hal ini tepat menunjukkan situasi yang disajikan dalam gambar
5.12b.
Sekarang
jika harga X naik menjadi 20, ceteris paribus, maka jumlah barang X yang
diminta turun menjadi hanya 25. Namun jika kenaikan harga ini dilakukan secara
bersama-sama (simultan) dengan kenaikan berkah (berkah barang X naik menjadi
3), maka jumlah barang X yang diminta adalah 33.3, bandingkan hal ini dengan 25
pada kasus di mana tidak ada kenaikan berkah.
Dari
kedua contoh di atas bisa dilihat bahwa kandungan berkah telah mampu
meningkatkan permintaan barang baik dalam keadaan nirmal maupun dalam keadaan
di mana harga meningkat. Dengan demikian kandungan berkah merupakan suatu hal
yang sangat berguna bagi produsen untuk selalu diusahakan. Di lain pihak hal
tersebut akan mampu menarik konsumen muslim untuk mengkonsumsinya.
5.3.
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan dari Perubahan Harga
Adanya kenaikan harga suatu barang akan
mendorong penurunan jumlah barang yang diminta jika kandungan berkah pada
barang tersebut tidaklah berubah, sebagaima dijelaskan pada persamaan 5.12.
Pada dasarnya perubahan dapat diuraikan menjadi tiga hal, yaitu:
5.3.1. Efek
Pendapatan
Efek
pendapatan adalah perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat adanya
perubahan pendapatan riil konsumen. Perubahan pendapatan riil ini bisa terjadi
karena adanya perubahan suatu barang harga barang maupun perubahan pendapatan
nominal yang diterima. Misalkan terjadi kenaikan harga suatu barang X,
sedangkan harga barang lain tidak berubah, maka konsumen memiliki kemampuan
untuk membeli barang X dalam jumlah yang lebih besar meskipun pendapatan
nominalnya tidak berubah. Tambahan pembelian X akibat naiknya pendapatan riel
inilah yang disebut dengan efek pendapatan.
Pada kasus pada umumnya, barang yang
halal dan thayyib, efek pendapatan ini memiliki dampak positif terhadap
permintaan. Semakin tinggi pendapatan riil konsumen maka akan semakin tinggi
jumlah barang yang diminta. Dengan kata lain, adanya peningkatan harga suatu
barang akan memiliki efek pendapatan yang negatif (menurunkan jumlah barang
yang diminta) karena pendapatan riil konsumen mengalami penurunan.
5.3.2. Efek
Substitusi
Efek
substitusi adalah perubahan jumlah barang X yang diminta sebagai akibat adanya
perubahan permintaan terhadap barang lain. Sebagai misal jika harga barang X
naik, maka konsumen akan menambah konsumsi barang X dengan menurunkan konsumsi
terhadap barang lainnya. Seorang konsumen Muslim hanya akan berpindah
mengkonsumsi dari suatu barang menuju barang lainnya jika maslahah total yang diharapkannya akan meningkat.
Meningkatnya maslahah total ini hanya akan terjadi jika kandungan maslahah pada salah satu barang meningkat, baik maslahah yang berbentuk manfaat(duniawi) maupun
kandungan berkahnya.
Adanya kenaikan harga suatu barang bisa
dipandang sebagai penurunan maslahah total, karena dengan anggaran yang sama
konsumen akan mendapatkan manfaat yang lebih rendah atas barang yang
dibelinya. Namun demikian, seorang agen
Muslim tidak secara otomatis akan menurunkan jumlah permintaanya ketika harga
barang meningkat, karena ia masih mempertimbangkan maslahah lainnya yang akan ia peroleh. Secara umum,
adanya kenaikan harga suatu barang akan memiliki beberapa kemungkinan efek
substitusi, yaitu:
(i)
Kenaikan harga barang
tanpa adanya perubahan kandungan maslahah
Adanya kenaikan harga beras lokal,
misalnya, akan mendorong konsumen untuk berpindah dari membeli beras lokal
menuju beras impor. Hal ini akan konsumen lakukan jika kebutuhan konsumen tidak
berubah, kualitas dan kandungan berkah pada kedua jenis beras tidak berubah.
Artinya konsumen akan melakukan proses substitusi antara beras lokal menuju
beras impor untuk mendapatkan maslahah
total tertinggi. Dalam hal
ini efek substitusi berdampak negatif terhadap jumlah permintaan.
(ii)
Kenaikan harga barang
disertai dengan penurunan kandungan maslahah
Ada kalanya pula kenaikan harga suatu
barang diikuti oleh penurunan kandungan maslahah . Jika hal ini terjadi maka konsumen
Muslim dipastikan akan menurunkan jumlah pembelian barang untuk menghindari
terjadinya penurunan maslahah yang ia peroleh. Dalam hal ini, efek
substitusi dari kenaikan harga adalah negatif terhadap permintaan. Sebagai
misal naiknya harga kayu karena semakin langkanya pohon bisa jadi diikuti oleh
penebangan-penebangan pohon secara liar oleh para pedagang, seperti illegal
logging. Dalam hal ini, terjadi penurunan kandungan berkah pada kayu tersebut
karena kayu diperoleh melalui proses yang tidak dibenarkan oleh Islam.
(iii)
Kenaikan harga barang
disertai dengan kenaikan kandungan maslahah
Di sisi lain jika kenaikan harga suatu
barang, beras lokal misalnya, diikuti oleh adanya kenaikan maslahah , maka konsumen belum tentu akan
menurunkan jumlah permintaan. Konsumen akan mempertimbangkan efek manakah yang
lebih dominan, tambahnya kandungan maslahah
ataukah berkurangnya barang
yang bisa dibeli. Misalnya ketika harga beras lokal naik disertai dengan
penggunaan pupuk organik yang tidak mencemari lingkungan (semula digunakan
pupuk kimiawi) maka konsumen Muslim tidak langsung akan menurunkan jumlah
pembelian beras lokal, bahkan mungkin akan ia membeli beras dalam jumlah yang
tetap.
Secara ringkas, dampak adanya perubahan
harga terhadap permintaan dapat disarikan pada tabel berikut:
Tabel 5.1.
Dampak Perubahan Harga terhadap
Permintaan Barang X
(Harga & kandungan berkah barang lain
tetap)
Perubahan Harga X
|
Efek Pendapatan
|
Perubahan Maslahah pada X
|
Efek Substitusi
|
Efek Total
|
Perubahan permintaan
|
Naik
|
Negatif
|
Tetap
Turun
Naik
kecil
Naik
besar
|
Negatif
Negatif
Negatif/Nol
Positif
|
Negatif
Negatif
Negatif/Nol
Positif
|
Turun
Turun
Turun/Tetap
Naik
|
Turun
|
Positif
|
Tetap
Turun
kecil
Turun
besar
Naik
|
Positif
Positif
Nol/Negatif
Negatif
|
Positif
Positif
Positif/nol
Negatif
|
Naik
Naik
Naik/Tetap
Turun
|
Dari tabel 5.1. di atas dapat
disimpulkan bahwa hukum permintaan seperti dalam teori konvensional hanya akan
berlaku jika perubahan harga tidak diikuti oleh perubahan kandungan maslahah atau berkah yang signifikan. Hukum ini akan
tidak berlaku ketika kenaikan harga barang diikuti oleh peningkatan kandungan maslahah yang signifikan. Demikian pula sebaliknya
penurunan harga suatu barang akan diikuti oleh peningkatan permintaan selama
kandungan maslahah/berkah pada barang tersebut tidak turun dalam nilai
yang signifikan.
KOTAK
5.2.
Mengapa Kenaikan Harga
Sandang/Pangan Menjelang Hari Raya diikuti oleh Peningkatan Permintaan:
Analisis Efek Pendapatan dan Substitusi
Dalam penjelasan teori ekonomi
utama, hukum permintaan dimungkinkan tidak akan bekerja pada beberapa kasus,
yaitu pada barang-barang giffen, efek spekulasi dan barang-barang prestise.
Ketiga analisis ini tidak bisa menjelaskan fenomena naiknya permintaan
sandang-pangan menjelang hari raya (Iedul Fitri) meskipun harganya meningkat.
Dengan pendekatan maslahah dalam analisis efek pendapatan dan substitusi,
hal ini bisa dijelaskan.
IM2
|
IM0
|
Y
A
Y1
Y2
Y3
|
X2
X1 X3 B’ B X(Sandang-pangan)
|
IM1
|
E0
|
E1
|
E2
|
Gambar 5.13
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan
Misalkan kondisi awal, sebelum hari
raya, konsumen memiliki iso-maslahah IM0 dan kendala anggaran garis AB.
Pada kondisi ini konsumen mencapai keseimbangan pada titik E0,
dengan membeli X sejumlah X1 dan Y sejumlah Y1. Ketika
menjelang hari raya harga X (sandang-pangan) naik, pada tahap awal konsumen
mengalami penurunan pendapatan riil sehingga daya belinya menurun menuju
keseimbangan E1, dengan mengurangi pembelian terhadap X maupun
terhadap Y menjadi (X2Y2). Perubahan inilah yang disebut
dengan efek pendapatan.
Pada tahap berikutnya konsumen akan
mempertimbangkan keberadaan maslahah pada barang X ketika hari Raya tiba. Dalam hal
ini konsumen merasa maslahah barang X (sandang-pangan) pada hari raya
meningkat, karena disunnahkan dalam Islam untuk menghormati tamu dan pada hari
raya inilah waktunya tamu berdatangan untuk bersilaturrahim. Oleh karena itu
konsumen merasa sebaiknya akan menjamu tamu dengan makanan yang baik-baik dan
menyandang pakaian yang baik pula. Peningkatan maslahah ini ditunjukkan oleh perubahan kurva iso-maslahah yang semakin landai, dan hal ini memiliki dampak
positif terhadap permintaan. Dengan pertimbangan inilah konsumen meningkatkan
sandang-pangan yang akan dibeli dari X2 menuju X3.
Perubahan inilah yang disebut dengan efek substitusi.
Hasil akhirnya adalah gabungan
antara efek pendapatan dan efek substitusi. Peningkatan harga disatu sisi
membuat konsumen merasa miskin sehingga mendorongnya untuk menurunkan
permintaan. Namun karena adanya peningatan kandungan maslahah pada barang tersebut, maka konsumen urung
untuk menurunkan permintaanya, bahkan ia menambah permintaan sandang-pangannya
dari X1 menjadi X3.
Analisis
semacam ini dapat juga dipergunakan untuk menjelaskan fenomena barang-barang
giffen, kasus spekulasi maupun barang-barang prestise. Bagaimanakah
analisisnya, pembaca dapat melakukan latihan dan analogi dari analisis diatas.
5.4.
Analisis Elastisitas Permintaan
Analisis elastisitas permintaan telah
menduduki posisi yang sangat penting dalam bangunan teori ekonomi. Bahkan
analisis elastisitas permintaan telah banyak memberikan tuntunan kepada para
manajer perusahaan dalam menentukan strategi pemasaran, pemilihan teknik
promosi maupun penentuan harga (pricing). Konsep dasar elastisitas
permintaan adalah alat untuk mengukur seberapa peka permintaan akan berubah
sebagai respon terhadap perubahan variabel lain, seperti harga barang,
pendapatan konsumen, selera, dan sebagainya. Elastisitas ini tidaklah selalu
mencerminkan hubungan sebab akibat, namun lebih merupakan melihat gejala
statistik yang terjadi para perubahan permintaan dikaitkan dengan perubahan
faktor-faktor lain yang secara teori ekonomi dinilai berpengaruh.
5.4.1.
Elatisitas harga permintaan
Elastisitas
harga permintaan adalah perubahan jumlah (kuantitas) dari barang yang diminta
sebagai akibat dari adanya perubahan harga, yang diukur dalam prosentase.
Elastisitas harga permintaan menunjukkan seberapa besar perubahan jumlah barang
yang diminta sebagai akibat dari perubahan harga. Elastisitas harga permintaan
juga bisa dipandang sebagai derajad sensitifitas dari jumlah barang yang
diminta dalam memberikan respon terhadap perubahan harga barang.
a. Pengukuran
Elastisitas
Untuk menyederhanakan perhitungan,
elastisitas dapat diukur pada kondisi permintaan tertentu (elastisitas titik)
maupun secara rata-rata antar dua keadaan atau lebih (elastisitas busur)
(1) Elastisitas
Busur
Elastisitas busur (arc elasticity)
menghitung besarnya nilai elastisitas pada busur (lengkungan) atau rentang
tertentu. Besarnya nilai elastisitas dalam konsep ini diukur pada rentang
tertentu dari suatu kurva permintaan. Sehingga nilai elastisitas pada rentang
yang dimaksud adalah sama. Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, maka
bisa diperoleh ekspresi aljabar dari definisi tersebut.
di
mana
dan
secara berturut-turut adalah perubahan dalam
prosentase dari kuantitas dan harga
Ekspresi
di atas bisa dituliskan dalam bentuk lain menjadi ekspresi berikut ini:
……(5.13)
Di mana P dan Q menunjukkan P dan Q
rata-rata.
Dengan menggunakan pendekatan elatisitas
rentang/busur berikut ini disajikan contoh penghitungan angka elastisitas.
Tabel 5.2
Perhitungan Angka Elastisitas Harga
Permintaan Beras
Titik
|
Harga/kg
(P)
|
Jumlah kg diminta (Q)
|
Perubahan harga (ΔP)
|
Perubahan jumlah diminta (ΔQ)
|
(ΔQ)/ (ΔP)
|
P/Q
|
EH
|
A
|
100
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
B
|
4100
|
95
|
100
|
-5
|
-0,05
|
41,5
|
-2,1
|
C
|
4200
|
88
|
100
|
-7
|
-0,07
|
45,4
|
-3,2
|
D
|
4300
|
78
|
100
|
-10
|
-0,10
|
51,2
|
-5,1
|
E
|
4400
|
66
|
100
|
-12
|
-0,12
|
60,4
|
-7,3
|
(2) Elastisitas
Titik
Secara
fundamental tidak ada perbedaan antara konsep elastisitas titik (point
elasticity) dengan elastisitas busur/rentang. Perbedaan hanya terjadi pada
pendekatan terhadap unit yang digunakan sebagai basis penghitungan Secara spesifik bisa dikatakan bahwa konsep point elasticity mendekati elastisitas berdasar
pada kejadian yang ada pada satu saat waktu/keadaan tertentu pada suatu kurva
demand. Dengan demikian besarnya nilai elastisitas berbeda satu dengan yang
lain diukur pada masing-masing titik yang ada dalam kurva demand. Adapun
formulasi pada dasarnya tidak berbeda dengan formulasi yang disajikan pada
persamaan (5.13), namun besarnya perubahan diukur berdasar unit terkecil
dalam kuantitas maupun harga. Dalam bahasa matematika telah dilakukan proses
penarikan limit atas perubahan tersebut dengan nilai perubahan yang mendekati
nol. Formulasi ini pada akhirnya terlihat pada ekspresi berikut ini:
…….(5.13)
Dengan
melihat formula di atas maka kita bisa melihat perbedaan yang mendasar di
antara keduanya. Dalam formula dari elastistas titik di atas bisa dilihat
bahwasanya perubahan kuantitas maupun harga didekati dengan perubahaan sesaat.
Sehingga komponen ratio perubahan dalam konsep elastisitas busur (rentang)
tidak lain adalah slope dari kurva permintaan. Hal ini memberikan keunggulan
dalam mengukur nilai elastisitas. Dalam konsep elastisitas busur, nilai
elastisitas yang didapat bisa bias. Hal ini disebabkan karena perubahan jumlah
barang yang diminta, sebagaimana yang bisa dilihat dari tabel 5.2.,
diklaim sepenuhnya sebagai akibat dari perubahan harga barang yang
bersangkutan. Padahal dalam kenyataannya perubahan tersebut justru bisa
disebabkan oleh faktor-faktor yang lain di luar harga barang yang bersangkutan.
Dengan
menggunakan konsep elastisitas titik ini maka slope dari kurva permintaan
diperoleh melalui estimasi statistik terhadap kurva permintaan. Dalam proses
estimasi tersebut model yang digunakan tentu akan mengontrol pengaruh dari
faktor-faktor lain di luar harga barang yang bersangkutan. Dengan demikian
nilai slope, turunan fungsi permintaan terhadap harga barang sendiri,
merepresentasikan pengaruh harga terhadap jumlah yang diminta secara bersih yaitu
bersih dari pengaruh faktor-faktor lain di luar harga barang sendiri. Karena
itu nilai elastisitas yang diperoleh melalui pendekatan ini memberikan nilai
yang lebih merepresentasikan nilai yang sebenarnya.
Dengan
menggunakan pendekatan ini, maka kita bisa mendapatkan nilai elastisitas yang
berbeda pada dua titik yang disajikan dalam tabel 5.2. Perbedaan
perhitungannya adalah pada elastisitas titik ini nilai P dan Q dihitung untuk
satu titik, bukan nilai busur atau nilai rata-rata. Berdasarkan data pada tabel
5.2 diatas dapat dihitung nilai elastisitas titik di B, C, D, dan E
masing-masing -2,2; -3,3; -5,5 dan -8,0. Nilai ini sedikit berbeda dengan
penghitungan elastisitas busur pada tabel 5.2.
b. Makna
Angka Elastisitas
Makna
yang lebih umum dari angka elastisitas, ambil di sini nilai -2, adalah
bahwasanya jumlah barang yang diminta akan naik sebesar 2 persen manakala
terjadi penurunan harga sebanyak 1 persen.
Di
depan disebutkan bahwasanya elastisitas adalah merupakan derajat sensitifitas
dari perubahan jumlah barang yang diminta dalam merespon perubahan yang terjadi
dalam harga barang sendiri. Sekarang, bagaimana kita bisa mengatakan bahwa
suatu angka elastisitas menunjukkan keadaan yang sensitif (elastis) dari suatu
fungsi permintaan. Untuk mengetahui hal ini kita memerlukan kriteria mengenai
elastisitas sebagaimana berikut ini:
Jika
nilai |EH
|
< 1, inelastis
Jika
nilai |EH
|
= 1, unit elastis
Jika
nilai |EH
|
> 1, elastis
Dalam
perhitungan nilai elastisitas dengan pendekatan elastisitas busur maupun pendekatan elastisitas titik (point)
maka diperoleh berbagai nilai
elastisitas. Di sini pembaca bisa menentukannya sendiri apakah elastis,
unit elastis ataupun inelastis berdasar pada kriteria yang ada.
c. Elastisitas
Permintaan Konsumen Islami
Elastisitas
permintaan konsumen Islami di sini diartikan adalah sebagai nilai elastisitas
yang dipunyai oleh konsumen yang memperdulikan maslahah . Nilai
elastisitas di sini menunjukkan nilai elastisitas yang direkomendasikan dalam
ajaran Islam. Meskipun tidak ada ajaran yang eksplisit mengenai besarnya nilai
elastisitas, namun nilai elastisitas ini mengimplikasikan berlakunya ajaran
Islam. Untuk hal ini marilah kita dapatkan nilai elastisitas dari fungsi
permintaan yang telah diperoleh sebelumnya.
Angka
elastisitas yang besarnya sama dengan -1 menunjukkan nilai yang unit elastis.
Implikasi dari nilai elastisitas yang seperti ini adalah hasil yang diperoleh
ketika penjual melakukan pemotongan ataupun peningkatan harga akan memperoleh
hasil yang netral. Total pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha memotong
ataupun menaikkan harga adalah nol. Hal ini disebabkan karena perubahan
(positif) jumlah barang yang diminta jumlahnya tepat sama dengan perubahan
(negatif) dari harga. Dengan demikian total pendapatan (total revenue)
yang baru besarnya tepat sama dengan total pendapatan pada waktu sebelum
terjadinya perubahan harga. Implikasi yang muncul dari situasi ini adalah
bahwasanya penjual tidak bisa menggunakan strategi keunggulan harga sebagai
alat persaingan dalam meningkatkan penjualan untuk meningkatkan nilai
penerimaan mereka. Usaha untuk meningkatkan jumlah penerimaan perlu ditempuh
melalui jalan lain selain persaingan harga.
5.4.2. Elastisitas
Pendapatan Permintaan
Elastisitas
pendapatan permintaan (income elasticity of demand) merupakan varian
lain dalam kelompok elastisitas permintaan. Secara teknis elastisitas ini didefinisikan
sebagai perubahan jumlah barang yang diminta, dalam prosentase, sebagai respon
terhadap perubahan pendapatan konsumen, dalam prosentase. Berdasar definisi ini
maka bisa dibentuk persamaan aljabar yang mengekspresikan definisi tersebut,
yaitu:
Ekspresi di atas bisa dituliskan dalam bentuk lain
menjadi ekspresi berikut ini:
……(5.14.)
Elastisitas
ini mengukur seberapa besar kenaikan jumlah barang yang diminta sebagai akibat
dari kenaikan pendapatan konsumen. Pemaknaan terhadap angka elastisitas
pendapatan perminmtaan ini adalah jika, asumsikan besarnya sama dengan 2,
pendapatan naik satu persen maka jumlah barang yang diminta naik sebesar dua
persen.
Formula yang digambarkan dalam persaman (5.14)
adalah formula dengan pendekatan konsep elastisitas rentang (busur). Sementara
untuk angka elastisitas yang menggunakan pendekatan elastisitas titik (point
elasticity) bisa diperoleh melalui formula berikut ini:
………(5.15)
Berbeda
dengan elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan permintaan tidak
mengenal istilah elastis maupun tidak elastis. Namun dari sini justru bisa
didapatkan kategori suatu barang, yaitu:
Barang
inferior, jika EI < 0
Barang
normal, jika 0 £ EI £
1
Barang
superior, jika EI > 1
Barang
inferior adalah barang yang jumlah barang yang diminta justru berkurang ketika
konsumen mengalami peningkatan pendapatan. Masuk kedalam kategori barang ini
adalah barang-barang yang mempunyai kualitas rendah. Sementara barang normal
adalah barang yang mana jumlah yang diminta naik sejalan dengan kenaikan
pendapatan. Namun kenaikan tersebut maksimum adalah proporsional, yakni: jumlah
yang diminta naik satu persen jika terdapat kenaikan pendapatan sebanyak satu
persen pula. Adapun barang superior adalah barang yang mana jumlah yang diminta
akan naik dengan prosentase yang lebih besar dibanding dengan prosentasi
kenaikan pendapatan. Barang sejenis ini juga sering disebut sebagai jenis
barang yang luxurious mengingat sifat barang tersebut yang membawa atribut-atribut
luxurious.
Sebagaimana
yang dilakukan pada elastisitas harga permintaan mengenai elastisitas
pendapatan Islam, di sinipun akan dilakukan hal yang sama. Untuk keperluan ini
marilah kita bawa ke sini fungsi permintaan yang ditemukan dalam lampiran di
belakang.
No comments:
Post a Comment