loading...

Monday 14 October 2013

Analisis Permintaan

ANALISIS PERMINTAAN
A.    Pilihan konsumen : Pendekatan Iso-Mashlahah
Fungsi permintaan diturunkan dengan pendekatan mashlahah, di mana mashlahah bisa diukur dalam satuan nominal. Dalam hal ini, sebenarnya terdapat dua pendekatan untuk mengetahui perilaku konsumen, yaitu pendekatan mashlahah marginal dan pendekatan iso-mashlahah. Pendekatan pertama di dasarkan pada pandangan bahwa manfaat maupun berkah atas suatu kegiatan konsumsi bisa dirasakan dan di ukur oleh konsumen. Sementara pendekatan kedua di dasarkan pada pandangan bahwa mashlahah, terutama berkah hannya bisa dirasakan, namun tidak bisa di ukur seberapa besarnya.

1.      Karakteristik Iso-mashlahah
Kurva iso-mashlahah (IM) menunjukkan kombinasi dua barang/jasa yang memberikan mashlahah yang sama. Setiap konsumen memiliki alternatif kombinasi berbagai barang/jasa yang diperkirakan memberikan mashlahah sama
Inilah yang disebut dengan iso-mashlahah, yaitu setiap titik kombinasi barang yang ada pada suatu kurva msaslahah mempunyai tingkat mashlahah yang sama.
Menurut Zaid membeli dua belas  surat kabar dan satu majalah yang memberikan mashlahah yang sama. Kombinasi yang disebut dengan ISO-mashlahah, yaitu setiap titik kombinasi barang yang ada pada suatu kurva mashlahah mempunyai tingkat yang sama.
Y1
Y
Y3
Y2
C
A
B
IM
X
0
X1
X2
X3

Gambar 5.1. kurva Iso-mashlahah
Setiap titik yang ada pada kurva iso-mashlahah tersebut mempunyai tingkat mashlahah yang sama. Pada titik A jumlah barang yang terkandung adalah X1 dan Y1,  pada titik B jumlah barang yang dikandung adalah X2 dan Y2 dan pada titik C jumlah barang yang tersedia adalah X3 dan Y3.

a.       Bentuk Kurva Iso-Mashlahah
Kurva iso-mashlahah berbentuk cembung dan mempunyai slope negatif. Hal ini menunjukkan adanya mekanismesubstitusi antara kedua barang dengan substitusi dekat tidak sempurna.
Ketika jumlah barang Y turun, sementara konsume harus tetap berada pada tingkat kepuasan yang sama, maka penurunan kandungan barang Y ini harus dikompensasikan dengan naiknya barang X. Naiknya jumlah barang X merupakan penggantian substitusi ataupun kompensasi atas turunya barang Y.




b.      Posisi Kurva dan Tingkat Mashlahah
Ketika konsumen melakukan kegiatan halal dan tayyib, maka dengan semakin semakin tingginya frekuensi kegiatan akan semakin tinggi pula mashlahah yang ia peroleh.
Hal ini bisa ditunjukkan oleh semakin tingginya kurva iso-mashlahah. Kurva iso-mashlahah yang lebih tinggi menunjukkan tingkat mashlahah yang lebih tinggi pula.

Y1
Y
Y3
Y2
C
A
B
IM1
X
0
X1
X2
X3
IM2
                                                                                          
Gambar 5.2. Perubahan Tingkat Mashlahah



Pada gambar di atas ditunjukkan adanya dua kurva iso-mashlahah dengan posisi yang berbeda.
IM2 mempunyai tingkat lebih tinggi dari IM1, jika kita lihat kandungan isi barang pada kedua titik kombinasi ini terlihat bahwa titik A mempunyai kandungan barang X1 danY1 sementara pada titik kombinasi E mempunyai isi barang X2 dan Y1.


                                                                        Titik E: X2, Y1
Titik E: X1, Y1                                             
                                                                        Selisih = X2- X1>0, karena X2 > X1

c.       Tingkat Substitusi Semakin Menurun
Slope dari kurva mashlahah pada masing-masing titik ada menunjukkan tingkat kemampuan untuk melakukan substitusi. Konsumen bisa berpindah posisi A menuju posisi B atau C
Pergerakan dari titik A menuju B menunjukkan bahwa konsumen mau mengorbankan barang Y yang dikonsumsi sebesar (Y2-Y1) untuk mendapatkan tambahan konsumsi X sebesar (X2-X1).

2.      Bentuk Kurva Iso-mashlahah
       Kandungan berkah dalam masing-masing barang sangat menentukan pilihan konsumen. Konsumen yang rasional akan memiliki kecenderungan pilihan pada penggunaan barang-barang dengan kandungan berkah yang tinggi dibandingkan dengan barang yang kandungan berkahnya rendah. Sepanjang ada kemampuan finansial yang mendukungnya.
       Untuk itu, disini akan didiskusikan bagaimana kandungan berkah ini memengaruhi bentuk dari kurva iso-mashlahah.

a.       Kurva Iso-mashlahah dengan kandungan berkah yang setingkat
       Adakala seorang konsumen dihadapkan pada pilihan konsumsi antara dua barang yang dimiliki berkah yang setingkat. Setiap barang/jasa yang halal dan memberikan kemanfaatan yang sama akan diharapkan memberikan keberkahan yg sama pula.

Hal ini bisa dilihat pada barang substitusi sempurna atau dekat, seperti komputer berbeda merek. Persaingan dalam produk komputer saat ini sangat ketat sehingga antara merek satu dengan yang lainnya sesungguhnya secara kualitas atau kemanfaatan tidak berbeda jauh (bahkan sama).

X2
0
X1
X
Y1
Y
Y2
C
A
B
IM1
IM2

Gambar 5.3
Perubahan Mashlahah pada Dua Barang dengan Berkah setingkat

          Kondisi ini bisa dilukiskan oleh kurva iso-mashlahah yang memiliki tingkat kemiringan yang simetris antara dua barang. Karena barang X dan barang Y memiliki kandunga berkah yang setingkat, maka mashlahah akan meningkat jika adanya tambahan penggunaan barang X yang dikombinasikan dengan tambahan penggunaan barang Ydalam jumlah yang sama.

b.      Kurva Iso-mashlahah dengan Kandungan Berkah yang tidak setingkat
       Dalam dunia nyata, sebenarnya sangat sulit konsumen untuk menemukan barang-barang yang memiliki kandungan berkah yang benar-benar setingkat. Dalam hal ini, jika konsumen ingin meningkatkan mashlahah yang ia peroleh, maka ia harus melakukan perubahan jumlah barang yang dibelanjakan dalam komposisi yang berbeda. sebagai misal jika kandungan berkah barang Y lebih tinggi daripada X maka kurva iso-mashlahah dilukiskan akan cenderung landai.


3.  KEMAMPUAN SUBSTITUSI ANTAR BARANG
       Pada bagian-bagian sebelumnya telah dibahas bagaimana perbedaan kandungan mashlahah pada masing-masing barang melatar belakangi pilihan konsumen bahwasannya kandungan berkah yang ada pada masing-masing barang bisa berbeda sehingga kecenderungan pilihan konsumen muslim akan jatuh pada barang tersebut.
       Secara aljabar kurva iso-mashlahah bisa di ekspresikan sebagai berikut:

            M = m(X,Y,BX,BY)

Tingkat kemampuan barang X menggantikan fungsi barang Y bisa dirumuskan sebagai perbandingan antara perubahan Y dan perubahan X untuk mendapatkan mashlahah yang sama kemampuan substitusi Y terhadap X adalah = ∆Y/∆X ≡ δY/δX

Dengan melakukan dirivasi persial dan menaikkan dengan konsep mashlahah bab IV, maka akan diperoleh penurunan formula terdapat pada lampiran bab ini :
| δY/δX | = MMX/MMY

Dimana MMX dan MMY adalah mashlahah marginal untuk barang X dan barang Y.

a.       Kemampuan substitusi yang menurun (Decreasing)
       Jika berkah marginal (MB) bersifat increasing dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari tingkat penurunan marginal manfaat duniawi (MF). Maka mashlahah marginal akan mengalami decreasing. Bentuk kurva iso-mashlahah yang merepresentasikan sifat ini digambar berikut ini :







IM
Y
 



X
                                                                                                             

                
Gambar 5.6
Kurva Iso-Mashlahah dengan Substitusi yang Menurun


b.      Kemampuan Substitusi yang Konstan
       Jika berkah marginal (MB) bersifat increasing dengan tingkat pertumbuhan yang sama dengan  tingkat penurunan marginal manfaat duniawi (MF), maka mashlahah marginal akakn konstan. Hal ini digambarkan berikut ini.











Y
X
IM
 











Gambar 5.6.
Kurva Iso-Mashlahah dengan Substitusi yang Konstan



c.       Kemampuan substitusi yang Meningkat (Increasing)
       Jika marginal berkah (MB) bersifat increasing dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat penurunan marginal manfaat fisik (MF), maka mashlahah marginal akan increasing. Hal ditunjukkan oleh gambar berikut ini.












Y
X
IM
 






Gambar 5.8
Kurva Iso-Mashlahah dengan Substitusi yang Meningkat

4.      BATASAN INDIVIDU DAN ETIKA DALAM KONSUMSI
       Pada pembahasan – pembahasan sebelumnya kita telah mendiskusikan salah satu sisi dari teori pilihan konsumen, yaitu preferensi konsumen. Konsumen akan menghadapi berbagai kendala atau batasan yang harus diperhatikan dalam menentukan pilihan konsumsi. Berbagai batasan ini antara lain : barangnya harus halal, dikonsumsi tidak dalam jumlah berlebih-lebihan (israf), memerhatikan kebutuhan orang lain yang menyesuaikan dengan kemampuan anggaran karena kehalalan merupakan batasan minimal dalam konsumsi, maka diasumsikan seluruh barang yang dikonsumsi adalah halal sehingga terdapat tiga kendala utama yang harus dipenuhi.

a.       Kendala Anggaran (Budget)
       Kendala penting yang dihadapi oleh konsumen muslim dalam menentukan pilihan mereka dalam mengonsumsi barang dan jasa adalah anggaran.
Disini akan didiskusikan bagaimana kendala anggaran mampu “menghalangi” konsumen dari mengonsumsi barang. Jika memungkinkan, maka pendapat harus dialokasikan pula untuk sedekah atau amal saleh (zakat, jika telah memenuhi syarat), serta investasi atau tabungan untuk hari esok. Allah memerintahkan hamba-Nya tidak saja untuk memikirkan hari ini, tetapi juga hari esok.
1)      Penurunan kurva Anggaran (Allocated Budget)
Jika seluruh pendapatan konsumen adalah I, maka pendapatan yang siap dikonsumsikan (IC) merupakan suatu bagian dari pendapatan total. Sementara terdapat alokasi lain dari pendapatan, yaitu untuk menabung atau investasi (IS) dan amal saleh (IA) sehingga
                                                      I= IC + IS + I A
                                                      AB ≥ IC

2)      Efek Perubahan Pendapatan pada Kurva Anggaran
Pendapatan mempunyai dampak langsung pada kemampuan untuk mengonsumsi barang. Asumsikan di sini bahwa allocated budget naik dari AB menjadi AB’.
bentuk kurva tersebut bisa dilihat pada gambar berikut ini.


AB’/PY
AB/PY
AB’/PX
AB/PX
 




                   
Gambar 5.10.
Perubahan Kurva Anggaran karena Peningkatan Pendapatan

              Dari gambar di atas bisa dilihat bahwa kurva yang baru merupakan pergeseran kurva lama ke arah kanandan meluncur ke bawah sejajar dengan kurva lama.  Dengan demikian, untuk menggambarkan pengaruh dari kenaikan pendapatan, maka hal ini cukup dilakukan dengan menggeser kurva ke arah kanan. Sebaliknya, jika terjadi penurunan budget, maka hal ini cukup ditunjukan dengan pergeseran kurva ke arah kiri.

3)      Efek Perubahan Harga pada Kurva Alokasi Anggaran
Ada beberapa kemungkinan akibat yang terjadi menurut penyebabnya.

(a)    Penerunan Harga pada Salah Satu Barang
       Perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada. Dengan adanya perubahan yang terjadi, maka slope dari kurva budget berubah menajdi:
dY/dX = -(P’X/PY)

hal yang sama akan bisa ditemui jika terjadi penurunan pada harga barang Y saja. Pada kasus ini PY naik menjadi p’Y dengan anggaran yang tetap sama, dan harga barang X juga tetap tidak berubah.
AB/P’Y
Y
AB/PY
AB/PX
X
 





                
                 Hal yang sama akan bisa di temui jika terjadi penurunan pada harga  barang Y saja. Pada kasus ini Py naik menjadi P’y dengan anggaran yang tetap sama, dan harga barang X juga tetap tidak berubah.
(b)   Penurunan Harga pada Kedua Barang
Kemungkinan lain dari perubahan yang terjadi adalah adanya perubahan harga pada kedua barang. Perubahan ini bisa terjadi dalam beberapa skema.

Untuk mengetahui efek yang ditimbulkannya, maka sekali lagi kita perlu memidifikasi persamaan (5.3.)

Asumsikan di sini bahwa penurunan harga untuk kedua barang adalah sebesar δ sehingga:
AB = (1-δ)Px X + (1-δ) Py Y
                                            Jika persamaan (5.7) disederhanakan, maka diperoleh:
AB/ (1-δ)Px - (Px /PY) X = Y
                                             dY/dX = slope AB = -(PX/ PY)
                                                          intercept = AB/(1-δ) PX

Jika dibandingkan dengan persamaan (5.3) tampak bahwa persamaan (5.7) memiliki slope yang tidak berubah, namun memiliki intercept yang lebih besar. Hal inibisa dilukiskan denganadanya pergeseran kurva anggaran sejajar ke arah kanan.
Dengan demikian, efek yang ditimbulkan oleh penurunan harga pada kedua barang, dengan jumlah penurunan yang sama, adalah kenaikan intercept dari AB/PY menjadi AB/(1-d)PY. Hal ini bisa ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Perubahan Kurva Anggaran karena Penurunan Harga X dan Y
      Dengan melihat gambar di atas, maka bisa ditengarai bahwasanya efek dari penurunan harga pada kedua barang, dengan jumlah penurunan yang sama, adalah bergesernya kurva alokasi budget ke sebelah kanan. Bandingkan hal ini dengan kasus kenaikan pendapatan yang ditunjukkan dalam gambar 5.10. di atas. Hal sebaliknya akan terjadi jika harga kedua barang naik secara bersama-sama dengan tingkat kenaikan yang sama; Ini akan mengakibatkan kurva alokasi budget bergeser ke kiri secara sejajar.
      Adapun kasus penurunan harga pada kedua barang dengan jumlah penurunan yang tidak sama di antara keduanya akan mempunyai efek yang berbeda dengan efek yang baru saja disebutkan di atas. Untuk mengetahui hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri kembali teknik yang ditempuh di depan. Hal ini diserahkan kepada pembaca sendiri sebagai latihan.

(ii)               Efek Perubahan Harga dan Pendapatan secara Simultan pada Kurva Alokasi Anggaran
Untuk mengetahui efek adanya kenaikan pendapatan dan harga semua barang diasumsikan terlebih dahulu bahwa tingkat kenaikan pada harga dan pendapatan adalah sama. Asumsikan kenaikan pada masing-masing variabel adalah sebesar d. Untuk mengetahui hal ini maka kembali di sini akan kita modfikasi persamaan (5.3) dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Asumsikan di sini bahwa penurunan allocated budget dan harga untuk kedua barang adalah sebesar d, sehingga modifikasi atas persamaan (5.3) adalah sebagai berikut:

                              AB(1-d) = (1-d)PX X + (1-d)PY Y ....(5.10)

Jika persamaan (5.10) kita selesaikan untuk Y maka diperoleh:

AB(1-d)/(1-d)PY – [(1-d)PX/(1-d)PY]X = Y

AB/PY – [PX/PY]X = Y ......(5.11)



Persamaan (5.11) di atas ternyata sama dengan persamaan (5.3) Hal ini menunjukkan bahwa penurunan dengan tingkat yang sama yang terjadi pada semua variabel akan tidak berpengaruh apa-apa (netral). Hal  ini disebabkan karena penurunan harga-harga barang dikompensasi dengan allocated budget dalam jumlah/tingkat yang sama. Sekaligus di sini menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan harga secara serentak di satu pihak dan tidak ada keinginan untuk mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar dari sebelumnya maka akan terjadi penghematan yaitu sebesar allocated budget yang lama dikurangi dengan allocated budget yang baru. Demikian juga sebaliknya jika yang terjadi adalah kenaikan harga secara serentak, maka jika konsumen tetap ingin mempertahankan jumlah konsumsinya seperti semula, maka dia harus mengeluarkan tambahan allocated budget sebesar selisih antara allocated budget yang lama dengan allocated budget yang baru.

(1)   Kendala Israf
Dalam Islam meskipun seseorang mempunyai uang yang banyak maka tidak serta merta mereka diperbolehkan untuk menggunakan uangnya untuk membeli apa saja yang mereka inginkan dan dalam jumlah berapapun yang mereka inginkan. Batasan anggaran memang harus dipenuhi, tetapi batasan ini saja belum cukup. Jadi ekspresi (5.2.) masih merupakan necessary condition, belum merupakan sufficient condition. Salah satu batasan lain yang harus diperhatikan adalah tidak bolehnya berlebih-lebihan atau israf
Secara umum kriteria israf ini akan berbeda sesuai dengan kekayaan yang dimiliki oleh konsumen. Semakin kaya seorang konsumen maka batasan israf akan semakin meningkat, meskipun ada batas maksimal pada setingkat tertentu. Misalnya, seseorang yang memiliki pendapatan  siap konsumsi senilai Rp 10 juta per bulan adalah wajar jika kemudian ia mengkonsumsi sandang-pangan senilai Rp 3 juta, namun bagi orang yang pendapatannya hanya Rp 4 juta perbulan hal ini merupakan hal yang berlebihan. Dengan demikian penampilan grafis dari batasan israf di sini bisa ditampilkan bergerak mengikuti tingkat pendapatannya.




                        Gambar 5.10.a                                                           Gambar 5.10.b
Kendala Israf pada Anggaran Tertentu          Kendala israf ketika Anggaran Meningkat

Dalam kedua gambar di atas ditampilkan jumlah barang X dan Y maksimum yang bisa dikonsumsi dalam kategori yang tidak israf. Jika seorang konsumen mengkonsumsi barang Y lebih dari sejumlah a maka hal ini sudah dianggap israf. Begitu juga jika seorang agen mengkonsumsi barang X lebih dari sebesar b maka hal ini masuk dalam kategori israf.
Agar terhindar dari israf  maka terdapat prinsip yang terus dipegang, yaitu dalam mengkonsumsi sejumlah barang maka harus  bisa menciptakan maslahah   (maslahah   generating). Adapun indikator yang bisa digunakan untuk menilai apakah konsumsi barang tersebut menciptakan maslahah   atau tidak antara lain adalah:
1.      Untuk barang tahan lama (non-durable) maka konsumsinya tidak sampai mentabdzirkan atau tidak menimbulkan hal yang sia-sia
2.      Untuk barang habis pakai (durable) maka tingkat utilisasi tinggi
3.      Jika dihitung kelayakannya, maka kelayakannya mencapai tingkat kelayakan yang standar atau lebih besar
4.      Menimbulkan opportunity cost yang tinggi jika tidak dikonsumsi. Opportunity cost di sini akan terkait langsung pada kelayakan sebagaimana yang dimaksud pada poin 3. Secara lebih spesifik opportunity cost ini akan menjadi salah satu komponen dalam penilaian kelayakan.
5.      Adanya maslahah   yang tidak bisa dikategorikan pada keempat poin di atas. Misalnya mengkonsumsi sesuatu barang dalam rangka memenuhi hobby yang halal atau mubah yang sifatnya sangat spesifik.
6.      Kelima poin di atas tidak boleh dilandasi ataupun terkontaminasi dengan dengan tujuan-tujuan yang bathil.

(2)   Mempertimbangkan Kebutuhan Orang Lain
      Di samping Islam mengajarkan umatnya untuk tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi, Islam juga menuntun agar kita peduli kepada orang lain, terutama sanak kerabat, tetangga, fakir miskin, anak yatim ataupun konsumen lainnya. Tingkat kepedulian ini akan berpengaruh terhadap konsumsi sehingga akan mempengaruhi seberapa barang yang akan dibeli. Secara spesifik, kepedulian ini dimaknai sebagai bentuk amal sholeh, yaitu kemauan konsumen untuk membelanjakan barang/jasa untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Kepedulian ini juga bisa dimaknai sebagai upaya memberikan kesempatan konsumen lain untuk membeli barang yang dibutuhkan, misalkan ketika terjadi kekurangan stok barang. Kedua hal ini membawa implikasi adanya perubahan preferensi konsumen terhadap suatu barang, di mana konsumen akan lebih menyukai barang-barang yang dibutuhkan orang tersebut. Secara geometris, kendala ini bisa dilukiskan sebagai perubahan bentuk kurva iso-maslahah  .
5.1.1.      Keseimbangan Konsumen
            Setelah mendiskusikan elemen-elemen pembentuk dari skema pilihan konsumen maka sekarang ini saatnya untuk menggabungkan kedua argumen tersebut untuk menentukan pilihan konsumen. Untuk itu kita gabungkan kesemua kendala di atas.

Gambar 5.11.
Keseimbangan Konsumen dengan Kendala Anggaran & Israf
      Pada gambar 5.11. di atas menunjukkan situasi seorang konsumen yang ingin mencapai tingkat maslahah   tertentu yang ditunjukkan oleh IM. Konsumen tersebut menginginkan jumlah pengeluaran yang minimum dalam rangka mencapai maslahah   tersebut. Di lain pihak terdapat kendala yang membatasi konsumen tersebut agar tidak sampai jatuh ke israf. Situasi anggaran konsumen ditunjukkan oleh kurva anggaran,  sementara kendala israf ditunjukkan oleh kedua garis vertikal X = b dan garis horisontal Y = a. Anggap di sini konsumen yang bersangkutan mempunyai beberapa calon kandidat pilihan mereka yang ditetapkan secara sebarang yaitu titik-titik A,B,C, dan D. Semua titik tersebut masih berada dalam boundary tidak israf. Daerah seluas segiempat AECF merupakan daerah yang memungkinkan untuk dikonsumsi oleh konsumen.
      Nampak dalam gambar bahwa titik D berada di luar kurva isomaslahah,   yang berarti titik D tidak mampu menjangkau tingkat maslahah   yang diinginkan. Dari tiga titik yang tersisa: A, B dan C semuanya berada tepat pada kurva isomaslahah,   yang berarti mereka mampu memfasilitasi tercapainya tingkat maslahah   yang diinginkan. Kemudian setelah dilihat seberapa besar jumlah biaya yang harus dikeluarkan, maka titik B merupakan satu-satunya titik yang menghasilkan tingkat pengeluaran terendah karena titik B berada pada kurva alokasi anggaran yang lebih rendah, (AB)2. Sementara titik-titik lainnya, A dan C, berada pada kurva alokasi anggaran yang lebih tinggi yaitu (AB)3. Dengan demikian maka titik B menghasilkan pengeluaran yang optimal bagi konsumen yang bersangkutan.
      Jika dianalisis secara matematis, fungsi permintaan terhadap barang X dapat dituliskan sebagai berikut (Perhitungannya lihat lampiran):

    ......(5.12)

Persamaan 5.12. ini menunjukkan fungsi permintaan, di mana jumlah barang yang diminta (Dx) memiliki korelasi negatif dengan harga barang tersebut. Jika harga suatu barang meningkat maka permintaan akan barang tersebut akan menurun, jika kandungan berkah pada barang tersebut dan barang lain tidak berubah.
5.2. Efek Berkah pada Pilihan Optimal
Kandungan berkah sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Di sini akan kita lihat suatu situasi perubahan kandungan berkah setelah konsumen mencapai maslahah   optimalnya.
X1         X2                                            X
IMR
IMQ
Y








Y1


Y2
                 
            Gambar 5.12. Efek Perubahan Kandungan Berkah

Gambar 5.12.merepresentasikan kembali keseimbangan konsumen yang telah tercapai sebagaimana ditunjukkan sebelumnya oleh gambar 5.11. di atas. Sekarang, setelah mencapai kombinasi barang yang bisa mencapai maslahah   yang optimum (X1, Y1), anggaplah bahwa konsumen yang bersangkutan menghadapi perubahan kandungan berkah yang terjadi pada barang X; barang X mengalami peningkatan kandungan berkah. Hal ini jelas mempengaruhi preferensi konsumen. Konsumen yang tadinya netral terhadap keduanya, sekarang “terpaksa” harus lebih menyukai barang X. Perubahan preferensi ini ditunjukkan oleh perubahan bentuk  kurva isomaslahah   dari IM0 menjadi IM1. Adanya kenaikan kandungan berkah pada barang X menyebabkan kurva iso-maslahah   menjadi lebih curam, sehingga berdampak pada tingkat konsumsi terhadap barang X yang lebih tinggi. Subscript Q dan R pada kurva isomaslahah   menunjukkan kurva yang menunjukkan tingkat maslahah   masing-masing sebesar Q dan R (R>Q).
Kotak 5.1.
Pengaruh Kepedulian Sosial Perusahaan terhadap Pembelian

      Dewasa ini kepedulian masyarakat terhadap tanggungjawab sosial semakin mendapatkan perhatian, bahkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan semakin memandang penting terhadap perlunya perhatian mereka terhadap aspek lingkungan, dan hal inilah yang kemudian melahirkan konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Bentuk kegiatan dari CSR ini semakin bervariasi dan berkembang, dari penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pemberian beasiswa studi kepada siswa kurang mampu, pemberian bantuan kepada korban bencana alam dan sebagainya.
      Islam telah mengajarkan pentingnya kepedulian sosial ini tidak hanya ketika manusia dalam kondisi berkecukupan, bahkan ketika manusia dalam kondisi kesulitan. Oleh karena itu kepedulian ini tidak hanya tercermin dari tindakan-tindakan kepedulian setelah seseorang atau perusahaan mendapatkan laba yang cukup tinggi, namun pada setiap setingkat keuntungan. Sebagai misal sebagian perusahaan mengalokasikan 2,5 persen dari laba bersihnya untuk zakat atau dialokasikan untuk fakir miskin, pembangunan tempat ibadah, fasilitas pendidikan dan sebagainya. Informasi ini seringkali diinformasikan kepada konsumen dalam bentuk label dalam kemasan produknya, sebagai misal label ‘2,5% dari laba perusahaan akan dialokasikan untuk anak jalanan’ yang tertera pada sebuah merk air mineral.
            Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan ini merupakan salah satu sumber peningkatan keberkahan. Ketika konsumen mengetahui bahwa kandungan berkah pada suatu barang meningkat, maka ia akan meningkatkan pembelian atas barang tersebut dan mengurangi pembelian terhadap barang yang kandungan berkahnya lebih rendah.
Jika hal itu dianalisis secara matematis, dengan melihat persamaan 5.12 di atas maka akan terlihat bahwa peningkatan kandungan berkah suatu barang (bx) akan meningkatkan jumlah barang yang diminta (Dx).
            Asumsikan nilai PX = PY = 10, bX = bY = 1, a=b=1 dan I = 1000. Maka jumlah barang X yang diminta adalah 50 dan jumlah Y yang diminta adalah 50. Jika sekarang jumlah berkah dari barang X meningkat karena adanya amal soleh (bX = 2) maka jumlah barang X yang diminta adalah sebesar 60 dan jumlah barang Y yang diminta adalah 40. Terlihat di sini bahwa jumlah barang Y turun sebagai akibat dari naiknya kandungan berkah pada barang saingannya (X). Hal ini tepat menunjukkan situasi yang disajikan dalam gambar 5.12b.
            Sekarang jika harga X naik menjadi 20, ceteris paribus, maka jumlah barang X yang diminta turun menjadi hanya 25. Namun jika kenaikan harga ini dilakukan secara bersama-sama (simultan) dengan kenaikan berkah (berkah barang X naik menjadi 3), maka jumlah barang X yang diminta adalah 33.3, bandingkan hal ini dengan 25 pada kasus di mana tidak ada kenaikan berkah.
      Dari kedua contoh di atas bisa dilihat bahwa kandungan berkah telah mampu meningkatkan permintaan barang baik dalam keadaan nirmal maupun dalam keadaan di mana harga meningkat. Dengan demikian kandungan berkah merupakan suatu hal yang sangat berguna bagi produsen untuk selalu diusahakan. Di lain pihak hal tersebut akan mampu menarik konsumen muslim untuk mengkonsumsinya.

5.3. Efek Substitusi dan Efek Pendapatan dari Perubahan Harga
      Adanya kenaikan harga suatu barang akan mendorong penurunan jumlah barang yang diminta jika kandungan berkah pada barang tersebut tidaklah berubah, sebagaima dijelaskan pada persamaan 5.12. Pada dasarnya perubahan dapat diuraikan menjadi tiga hal, yaitu:


5.3.1.      Efek Pendapatan
      Efek pendapatan adalah perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat adanya perubahan pendapatan riil konsumen. Perubahan pendapatan riil ini bisa terjadi karena adanya perubahan suatu barang harga barang maupun perubahan pendapatan nominal yang diterima. Misalkan terjadi kenaikan harga suatu barang X, sedangkan harga barang lain tidak berubah, maka konsumen memiliki kemampuan untuk membeli barang X dalam jumlah yang lebih besar meskipun pendapatan nominalnya tidak berubah. Tambahan pembelian X akibat naiknya pendapatan riel inilah yang disebut dengan efek pendapatan.
Pada kasus pada umumnya, barang yang halal dan thayyib, efek pendapatan ini memiliki dampak positif terhadap permintaan. Semakin tinggi pendapatan riil konsumen maka akan semakin tinggi jumlah barang yang diminta. Dengan kata lain, adanya peningkatan harga suatu barang akan memiliki efek pendapatan yang negatif (menurunkan jumlah barang yang diminta) karena pendapatan riil konsumen mengalami penurunan.

5.3.2.      Efek Substitusi
              Efek substitusi adalah perubahan jumlah barang X yang diminta sebagai akibat adanya perubahan permintaan terhadap barang lain. Sebagai misal jika harga barang X naik, maka konsumen akan menambah konsumsi barang X dengan menurunkan konsumsi terhadap barang lainnya. Seorang konsumen Muslim hanya akan berpindah mengkonsumsi dari suatu barang menuju barang lainnya jika maslahah   total yang diharapkannya akan meningkat. Meningkatnya maslahah   total ini hanya akan terjadi jika kandungan maslahah   pada salah satu barang meningkat, baik maslahah   yang berbentuk manfaat(duniawi) maupun kandungan berkahnya.
     
Adanya kenaikan harga suatu barang bisa dipandang sebagai penurunan maslahah   total, karena dengan anggaran yang sama konsumen akan mendapatkan manfaat yang lebih rendah atas barang yang dibelinya.  Namun demikian, seorang agen Muslim tidak secara otomatis akan menurunkan jumlah permintaanya ketika harga barang meningkat, karena ia masih mempertimbangkan maslahah   lainnya yang akan ia peroleh. Secara umum, adanya kenaikan harga suatu barang akan memiliki beberapa kemungkinan efek substitusi, yaitu:

(i)                 Kenaikan harga barang tanpa adanya perubahan kandungan maslahah 
Adanya kenaikan harga beras lokal, misalnya, akan mendorong konsumen untuk berpindah dari membeli beras lokal menuju beras impor. Hal ini akan konsumen lakukan jika kebutuhan konsumen tidak berubah, kualitas dan kandungan berkah pada kedua jenis beras tidak berubah. Artinya konsumen akan melakukan proses substitusi antara beras lokal menuju beras impor untuk mendapatkan maslahah   total tertinggi. Dalam hal ini efek substitusi berdampak negatif terhadap jumlah permintaan.

(ii)               Kenaikan harga barang disertai dengan penurunan kandungan maslahah 
Ada kalanya pula kenaikan harga suatu barang diikuti oleh penurunan kandungan maslahah  . Jika hal ini terjadi maka konsumen Muslim dipastikan akan menurunkan jumlah pembelian barang untuk menghindari terjadinya penurunan maslahah   yang ia peroleh. Dalam hal ini, efek substitusi dari kenaikan harga adalah negatif terhadap permintaan. Sebagai misal naiknya harga kayu karena semakin langkanya pohon bisa jadi diikuti oleh penebangan-penebangan pohon secara liar oleh para pedagang, seperti illegal logging. Dalam hal ini, terjadi penurunan kandungan berkah pada kayu tersebut karena kayu diperoleh melalui proses yang tidak dibenarkan oleh Islam.
(iii)             Kenaikan harga barang disertai dengan kenaikan kandungan maslahah 
Di sisi lain jika kenaikan harga suatu barang, beras lokal misalnya, diikuti oleh adanya kenaikan maslahah  , maka konsumen belum tentu akan menurunkan jumlah permintaan. Konsumen akan mempertimbangkan efek manakah yang lebih dominan, tambahnya kandungan maslahah   ataukah berkurangnya barang yang bisa dibeli. Misalnya ketika harga beras lokal naik disertai dengan penggunaan pupuk organik yang tidak mencemari lingkungan (semula digunakan pupuk kimiawi) maka konsumen Muslim tidak langsung akan menurunkan jumlah pembelian beras lokal, bahkan mungkin akan ia membeli beras dalam jumlah yang tetap.
Secara ringkas, dampak adanya perubahan harga terhadap permintaan dapat disarikan pada tabel berikut:

Tabel 5.1.
Dampak Perubahan Harga terhadap Permintaan Barang X
(Harga & kandungan berkah barang lain tetap)
Perubahan Harga X
Efek Pendapatan
Perubahan Maslahah   pada X
Efek Substitusi
Efek Total
Perubahan permintaan
Naik
Negatif
Tetap
Turun
Naik kecil
Naik besar
Negatif
Negatif
Negatif/Nol
Positif
Negatif
Negatif
Negatif/Nol
Positif
Turun
Turun
Turun/Tetap
Naik
Turun
Positif
Tetap
Turun kecil
Turun besar
Naik
Positif
Positif
Nol/Negatif
Negatif
Positif
Positif
Positif/nol
Negatif
Naik
Naik
Naik/Tetap
Turun

Dari tabel 5.1. di atas dapat disimpulkan bahwa hukum permintaan seperti dalam teori konvensional hanya akan berlaku jika perubahan harga tidak diikuti oleh perubahan kandungan maslahah   atau berkah yang signifikan. Hukum ini akan tidak berlaku ketika kenaikan harga barang diikuti oleh peningkatan kandungan maslahah   yang signifikan. Demikian pula sebaliknya penurunan harga suatu barang akan diikuti oleh peningkatan permintaan selama kandungan maslahah/berkah pada barang tersebut tidak turun dalam nilai yang signifikan.

KOTAK 5.2.
Mengapa Kenaikan Harga Sandang/Pangan Menjelang Hari Raya diikuti oleh Peningkatan Permintaan: Analisis Efek Pendapatan dan Substitusi

Dalam penjelasan teori ekonomi utama, hukum permintaan dimungkinkan tidak akan bekerja pada beberapa kasus, yaitu pada barang-barang giffen, efek spekulasi dan barang-barang prestise. Ketiga analisis ini tidak bisa menjelaskan fenomena naiknya permintaan sandang-pangan menjelang hari raya (Iedul Fitri) meskipun harganya meningkat.
            Dengan pendekatan maslahah   dalam analisis efek pendapatan dan substitusi, hal ini bisa dijelaskan.

IM2
IM0
Y




 A

Y1

Y2

Y3
X2 X1     X3     B’                B   X(Sandang-pangan)
IM1
E0
E1
E2
Gambar 5.13



Efek Substitusi dan Efek Pendapatan
Misalkan kondisi awal, sebelum hari raya, konsumen memiliki iso-maslahah   IM0 dan kendala anggaran garis AB. Pada kondisi ini konsumen mencapai keseimbangan pada titik E0, dengan membeli X sejumlah X1 dan Y sejumlah Y1. Ketika menjelang hari raya harga X (sandang-pangan) naik, pada tahap awal konsumen mengalami penurunan pendapatan riil sehingga daya belinya menurun menuju keseimbangan E1, dengan mengurangi pembelian terhadap X maupun terhadap Y menjadi (X2Y2). Perubahan inilah yang disebut dengan efek pendapatan.
Pada tahap berikutnya konsumen akan mempertimbangkan keberadaan maslahah   pada barang X ketika hari Raya tiba. Dalam hal ini konsumen merasa maslahah   barang X (sandang-pangan) pada hari raya meningkat, karena disunnahkan dalam Islam untuk menghormati tamu dan pada hari raya inilah waktunya tamu berdatangan untuk bersilaturrahim. Oleh karena itu konsumen merasa sebaiknya akan menjamu tamu dengan makanan yang baik-baik dan menyandang pakaian yang baik pula. Peningkatan maslahah   ini ditunjukkan oleh perubahan kurva iso-maslahah   yang semakin landai, dan hal ini memiliki dampak positif terhadap permintaan. Dengan pertimbangan inilah konsumen meningkatkan sandang-pangan yang akan dibeli dari X2 menuju X3. Perubahan inilah yang disebut dengan efek substitusi.
Hasil akhirnya adalah gabungan antara efek pendapatan dan efek substitusi. Peningkatan harga disatu sisi membuat konsumen merasa miskin sehingga mendorongnya untuk menurunkan permintaan. Namun karena adanya peningatan kandungan maslahah   pada barang tersebut, maka konsumen urung untuk menurunkan permintaanya, bahkan ia menambah permintaan sandang-pangannya dari X1 menjadi X3.
            Analisis semacam ini dapat juga dipergunakan untuk menjelaskan fenomena barang-barang giffen, kasus spekulasi maupun barang-barang prestise. Bagaimanakah analisisnya, pembaca dapat melakukan latihan dan analogi dari analisis diatas.




5.4. Analisis Elastisitas Permintaan
      Analisis elastisitas permintaan telah menduduki posisi yang sangat penting dalam bangunan teori ekonomi. Bahkan analisis elastisitas permintaan telah banyak memberikan tuntunan kepada para manajer perusahaan dalam menentukan strategi pemasaran, pemilihan teknik promosi maupun penentuan harga (pricing). Konsep dasar elastisitas permintaan adalah alat untuk mengukur seberapa peka permintaan akan berubah sebagai respon terhadap perubahan variabel lain, seperti harga barang, pendapatan konsumen, selera, dan sebagainya. Elastisitas ini tidaklah selalu mencerminkan hubungan sebab akibat, namun lebih merupakan melihat gejala statistik yang terjadi para perubahan permintaan dikaitkan dengan perubahan faktor-faktor lain yang secara teori ekonomi dinilai berpengaruh.
5.4.1. Elatisitas harga permintaan
Elastisitas harga permintaan adalah perubahan jumlah (kuantitas) dari barang yang diminta sebagai akibat dari adanya perubahan harga, yang diukur dalam prosentase. Elastisitas harga permintaan menunjukkan seberapa besar perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat dari perubahan harga. Elastisitas harga permintaan juga bisa dipandang sebagai derajad sensitifitas dari jumlah barang yang diminta dalam memberikan respon terhadap perubahan harga barang. 
a.       Pengukuran Elastisitas
      Untuk menyederhanakan perhitungan, elastisitas dapat diukur pada kondisi permintaan tertentu (elastisitas titik) maupun secara rata-rata antar dua keadaan atau lebih (elastisitas busur)
(1)   Elastisitas Busur
Elastisitas busur (arc elasticity) menghitung besarnya nilai elastisitas pada busur (lengkungan) atau rentang tertentu. Besarnya nilai elastisitas dalam konsep ini diukur pada rentang tertentu dari suatu kurva permintaan. Sehingga nilai elastisitas pada rentang yang dimaksud adalah sama. Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, maka bisa diperoleh ekspresi aljabar dari definisi tersebut.

di mana  dan secara berturut-turut adalah perubahan dalam prosentase dari kuantitas dan harga
Ekspresi di atas bisa dituliskan dalam bentuk lain menjadi ekspresi berikut ini:

……(5.13)

Di mana P dan Q menunjukkan P dan Q rata-rata.
Dengan menggunakan pendekatan elatisitas rentang/busur berikut ini disajikan contoh penghitungan angka elastisitas.

Tabel 5.2
Perhitungan Angka Elastisitas Harga Permintaan Beras
Titik
Harga/kg
(P)
Jumlah kg diminta (Q)
Perubahan harga (ΔP)
Perubahan jumlah diminta (ΔQ)
(ΔQ)/ (ΔP)
P/Q
EH
A
100
-
-
-
-
-
B
4100
95
100
-5
-0,05
41,5
-2,1
C
4200
88
100
-7
-0,07
45,4
-3,2
D
4300
78
100
-10
-0,10
51,2
-5,1
E
4400
66
100
-12
-0,12
60,4
-7,3

(2)   Elastisitas Titik
      Secara fundamental tidak ada perbedaan antara konsep elastisitas titik (point elasticity) dengan elastisitas busur/rentang. Perbedaan hanya terjadi pada pendekatan terhadap unit yang digunakan sebagai basis penghitungan  Secara spesifik bisa dikatakan bahwa konsep point  elasticity mendekati elastisitas berdasar pada kejadian yang ada pada satu saat waktu/keadaan tertentu pada suatu kurva demand. Dengan demikian besarnya nilai elastisitas berbeda satu dengan yang lain diukur pada masing-masing titik yang ada dalam kurva demand. Adapun formulasi pada dasarnya tidak berbeda dengan formulasi yang disajikan pada persamaan (5.13), namun besarnya perubahan diukur berdasar unit terkecil dalam kuantitas maupun harga. Dalam bahasa matematika telah dilakukan proses penarikan limit atas perubahan tersebut dengan nilai perubahan yang mendekati nol. Formulasi ini pada akhirnya terlihat pada ekspresi berikut ini:
…….(5.13)
      Dengan melihat formula di atas maka kita bisa melihat perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Dalam formula dari elastistas titik di atas bisa dilihat bahwasanya perubahan kuantitas maupun harga didekati dengan perubahaan sesaat. Sehingga komponen ratio perubahan dalam konsep elastisitas busur (rentang) tidak lain adalah slope dari kurva permintaan. Hal ini memberikan keunggulan dalam mengukur nilai elastisitas. Dalam konsep elastisitas busur, nilai elastisitas yang didapat bisa bias. Hal ini disebabkan karena perubahan jumlah barang yang diminta, sebagaimana yang bisa dilihat dari tabel 5.2., diklaim sepenuhnya sebagai akibat dari perubahan harga barang yang bersangkutan. Padahal dalam kenyataannya perubahan tersebut justru bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang lain di luar harga barang yang bersangkutan.
      Dengan menggunakan konsep elastisitas titik ini maka slope dari kurva permintaan diperoleh melalui estimasi statistik terhadap kurva permintaan. Dalam proses estimasi tersebut model yang digunakan tentu akan mengontrol pengaruh dari faktor-faktor lain di luar harga barang yang bersangkutan. Dengan demikian nilai slope, turunan fungsi permintaan terhadap harga barang sendiri, merepresentasikan pengaruh harga terhadap jumlah yang diminta secara bersih yaitu bersih dari pengaruh faktor-faktor lain di luar harga barang sendiri. Karena itu nilai elastisitas yang diperoleh melalui pendekatan ini memberikan nilai yang lebih merepresentasikan nilai yang sebenarnya.
      Dengan menggunakan pendekatan ini, maka kita bisa mendapatkan nilai elastisitas yang berbeda pada dua titik yang disajikan dalam tabel 5.2. Perbedaan perhitungannya adalah pada elastisitas titik ini nilai P dan Q dihitung untuk satu titik, bukan nilai busur atau nilai rata-rata. Berdasarkan data pada tabel 5.2 diatas dapat dihitung nilai elastisitas titik di B, C, D, dan E masing-masing -2,2; -3,3; -5,5 dan -8,0. Nilai ini sedikit berbeda dengan penghitungan elastisitas busur pada tabel 5.2.

b.      Makna Angka Elastisitas
Makna yang lebih umum dari angka elastisitas, ambil di sini nilai -2, adalah bahwasanya jumlah barang yang diminta akan naik sebesar 2 persen manakala terjadi penurunan harga sebanyak 1 persen.
Di depan disebutkan bahwasanya elastisitas adalah merupakan derajat sensitifitas dari perubahan jumlah barang yang diminta dalam merespon perubahan yang terjadi dalam harga barang sendiri. Sekarang, bagaimana kita bisa mengatakan bahwa suatu angka elastisitas menunjukkan keadaan yang sensitif (elastis) dari suatu fungsi permintaan. Untuk mengetahui hal ini kita memerlukan kriteria mengenai elastisitas sebagaimana berikut ini:
Jika nilai |EH | < 1, inelastis
Jika nilai |EH | = 1, unit elastis
Jika nilai |EH | > 1, elastis

Dalam perhitungan nilai elastisitas dengan pendekatan elastisitas busur  maupun pendekatan elastisitas titik (point) maka diperoleh berbagai nilai    elastisitas. Di sini pembaca bisa menentukannya sendiri apakah elastis, unit elastis ataupun inelastis berdasar pada kriteria yang ada.




c.       Elastisitas Permintaan Konsumen Islami
Elastisitas permintaan konsumen Islami di sini diartikan adalah sebagai nilai elastisitas yang dipunyai oleh konsumen yang memperdulikan maslahah . Nilai elastisitas di sini menunjukkan nilai elastisitas yang direkomendasikan dalam ajaran Islam. Meskipun tidak ada ajaran yang eksplisit mengenai besarnya nilai elastisitas, namun nilai elastisitas ini mengimplikasikan berlakunya ajaran Islam. Untuk hal ini marilah kita dapatkan nilai elastisitas dari fungsi permintaan yang telah diperoleh sebelumnya.



Angka elastisitas yang besarnya sama dengan -1 menunjukkan nilai yang unit elastis. Implikasi dari nilai elastisitas yang seperti ini adalah hasil yang diperoleh ketika penjual melakukan pemotongan ataupun peningkatan harga akan memperoleh hasil yang netral. Total pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha memotong ataupun menaikkan harga adalah nol. Hal ini disebabkan karena perubahan (positif) jumlah barang yang diminta jumlahnya tepat sama dengan perubahan (negatif) dari harga. Dengan demikian total pendapatan (total revenue) yang baru besarnya tepat sama dengan total pendapatan pada waktu sebelum terjadinya perubahan harga. Implikasi yang muncul dari situasi ini adalah bahwasanya penjual tidak bisa menggunakan strategi keunggulan harga sebagai alat persaingan dalam meningkatkan penjualan untuk meningkatkan nilai penerimaan mereka. Usaha untuk meningkatkan jumlah penerimaan perlu ditempuh melalui jalan lain selain persaingan harga.

5.4.2.      Elastisitas Pendapatan Permintaan
Elastisitas pendapatan permintaan (income elasticity of demand) merupakan varian lain dalam kelompok elastisitas permintaan. Secara teknis elastisitas ini didefinisikan sebagai perubahan jumlah barang yang diminta, dalam prosentase, sebagai respon terhadap perubahan pendapatan konsumen, dalam prosentase. Berdasar definisi ini maka bisa dibentuk persamaan aljabar yang mengekspresikan definisi tersebut, yaitu:

Ekspresi di atas bisa dituliskan dalam bentuk lain menjadi ekspresi berikut ini:
……(5.14.)
Elastisitas ini mengukur seberapa besar kenaikan jumlah barang yang diminta sebagai akibat dari kenaikan pendapatan konsumen. Pemaknaan terhadap angka elastisitas pendapatan perminmtaan ini adalah jika, asumsikan besarnya sama dengan 2, pendapatan naik satu persen maka jumlah barang yang diminta naik sebesar dua persen.

Formula yang digambarkan dalam persaman (5.14) adalah formula dengan pendekatan konsep elastisitas rentang (busur). Sementara untuk angka elastisitas yang menggunakan pendekatan elastisitas titik (point elasticity) bisa diperoleh melalui formula berikut ini:
………(5.15)
Berbeda dengan elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan permintaan tidak mengenal istilah elastis maupun tidak elastis. Namun dari sini justru bisa didapatkan kategori suatu barang, yaitu:

Barang inferior, jika EI < 0
Barang normal, jika 0 £ EI £ 1
Barang superior, jika EI > 1

Barang inferior adalah barang yang jumlah barang yang diminta justru berkurang ketika konsumen mengalami peningkatan pendapatan. Masuk kedalam kategori barang ini adalah barang-barang yang mempunyai kualitas rendah. Sementara barang normal adalah barang yang mana jumlah yang diminta naik sejalan dengan kenaikan pendapatan. Namun kenaikan tersebut maksimum adalah proporsional, yakni: jumlah yang diminta naik satu persen jika terdapat kenaikan pendapatan sebanyak satu persen pula. Adapun barang superior adalah barang yang mana jumlah yang diminta akan naik dengan prosentase yang lebih besar dibanding dengan prosentasi kenaikan pendapatan. Barang sejenis ini juga sering disebut sebagai jenis barang yang luxurious mengingat sifat barang tersebut yang membawa atribut-atribut luxurious.
Sebagaimana yang dilakukan pada elastisitas harga permintaan mengenai elastisitas pendapatan Islam, di sinipun akan dilakukan hal yang sama. Untuk keperluan ini marilah kita bawa ke sini fungsi permintaan yang ditemukan dalam lampiran di belakang.


No comments:

Post a Comment