loading...

Monday, 14 October 2013

Teori Perilaku Produsen



BAB I
PENDAHULUAN

Mengenai perilaku konsumen muslim yang selalu berusaha memaksimumkan mashalahah. Konsumen akan mengalokasikan anggaran yang dimilikinyasedemikian rupa untuk mengonsumsi barang dan jasayang dapat menciptakan mashalahah secara maksimal. Dengan memperoleh mashalahah yang maksimal diharapkan konsumen akhirnya dapat memperoleh falah, yaitu kehidupan bahagia di dunia dan akhirat. Dari usaha untuk memaksimumkan mashalahah ini kemudian bisa didapatkan fungsi permintaan.

Hal lain dari aktifitas ekonomi yang sangat menunjang kegiatan konsumsi adalah produksi. Yaitu kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa. Tanpan kegiatan produksi, maka konsumen tidak dapat mengonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkannya. Kegiatan produksi dan konsumsi adalah sebuah mata rantai yang saling berkaitan dan tidak bisa saling dilepaskan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan konsumsi pada dasarnya juga akan menjadi prinsip dalam kegiatan produksi.

akan membahas perilaku produsen, meliputi motivasi dan tujuannya dalam berproduksi, perilakun yang berkaitan dengan upaya meraih mashalahah, hingga prinsip dan nilai yang harus dipegangnya.perilaku produsen ini kemudian akan menjadi dasar kurva penawaran dipasar. Pemaparan kegiatan produksi pada masa Rasulullah Saw. serta sejarah kegiatan produksi menurut Alquran akan melengkapi pembahasan perilaku produsen dalam bab ini.




BAB II
PEMBAHASAN
TEORI PERILAKU PRODUSEN

  1. Teori Perilaku Produsen
Dalam Ekonomi Islam

      Dalm usaha bidang ekonomi tujuan utama adalah mencari keuntungan maksimum dengan mengatur penggunaan factor produksi seefisin mungkin, sehingga usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien.dalam uasah seorang muslim belum tentu seperti itu,

 Beberapa aspek dalam melakukan produksi oleh seorang muslim adalah :
a. Berproduksi adalah ibadah, sama saja seorang muslim mengaktualisasikan Ibadah              bersama dengan bisnis yang dijalankan

b. Factor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan produksi sifatnya tidak terbatas, untuk menggunakan manusia perlu berusaha mengoptimalkan segala kemampuan yang telah Allah berikan. Seorang muslim tidak akan kecil hati bahwa sesungguhnya rizki adalah dari Allah

c. Seorang muslim yakin bahwa Sesutu yang dikerjakan dengan ajaran islam tidak membuat hidupnya menjadi sulit.

d. Berproduksi bukan hanya mencari keuntungan belaka. Dalam islam harta adlah titipan Allah sebagai amanah untuk dikelola mencapai kemaslahatan.

e. Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung unsure haram atau riba, pasar gelap dan spekulasi..

  1. Pengertian dan Tujuan Produksi Menurut Islam

Produksi adalah sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas). Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen.

Beberapa ahli ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi, meskipun substansinya sama. Berikut pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer.
1.    Karf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.    Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi produksi secaraa merata).
3.    Produksi yang Islami menurut Siddiqi (1992) adalah penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan atau manfaat (mashlahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.




Manusia dengan akalnya yang sempurna telah diperintahkan oleh Allah untuk dpaat terus mengoleh alam ini bagi kesinambungan alam itu sendiri, dalam hal ini nampaklah segala macam kegiatan produksi amat bergantung kepada siapa yang memproduksi (subyek) yang diharapkan dpat menjadi pengolah alam ini menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Ayat yang berkaitan dengan produksi terdapat dalam Surat Al-Baqarah : 272
   272. bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).


Kegiatan produksi merupakan respon terhadap kegiatan konsumsi, atau sebaliknya. Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkait satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak sejalan, maka tentu saja kegiatan ekonomi tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam konsep ekonomi konvensional, produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam islam yang bertujuan untuk memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya:
1.      Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat.
2.      Menemukan kebutuhan masyarakat da pemenuhannya.
3.      Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.
4.      Pemenuhan sarana bagi kegaitan social dan ibadah kepada Allah.

Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana kebutuhan manusia pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan yang islami. Kedua, kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barng dan jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi dan kemubadziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara cepat.

Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah kepada Allah. Sebenarnya ini merupakan tujuan produksi yang paling orisinal dari ajaran islam. Dengn kata lain, tujuan produksi adalah mendapatkan berkah, yang secara fisik belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri.

C. Motiv Berproduksi Dalam Islam
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan  manfaat (utility) baik dimasa kini maupun dimasa mendatang (M.Frank, 2003). Dengan pengertian yang lusa tersebut, kita memahami kegitan produksi  tidak terlepas dari keseharian manusia.
 Motif maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntngan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukannya salah ataupun dilarang dalam Islam. Islam ingin mendudukkannya pada posisi yang benar, yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan keuntungan di akhirat. Perlu diingat sejarah pemikiran ekonomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya yang bangkit sejak jaman Renaisans, suatu jaman dimana terjadi perubahan ukuran kebenaran dari yang semula bersandar kepada wahyu dan dogma gereja menjadi bersandar kepda logika, bukti-bukti empiris, positivisme. Perubahan ukuran kebenaran tersebut membuat ilmu pengetahuan maju pesat, akan tetapi ia menjadi sangat sekuler.

Isu penting yang kemudian berkembang menyertai motivasi produksi ini adalah masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya, motivasi untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya. Segala hal perlu dilakukan untuk mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya.
Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan material dan spritual untuk mencptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu juga mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim. Mencari keuntungan dalam produksi dan kegiatan bisnis memang tidak dilarang, sepanjang dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.

D.  Faktor-Faktor Produksi dalam Islam
Di kalangan para ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor produksi, karena terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Menurut Al-Maududi dan Abu-Su’ud, faktor produksi terdiri atas amal/kerja (labor), tanah (land), dan modal (capital). Uraian ini berbeda dengan M.A. Mannan yang menyatakan bahwa faktor produksi hanya berupa amal/kerja dan tanah. Menurutnya capital (modal) bukanlah merupakan faktor produksi yang independen, karena capital (modal) bukanlah merupakan faktor dasar. Menerut An-Najjar, faktor produksi hanya terdiri dari dua elemen, yaitu amal (labor) dan capital. Abu Sulaiman menyatakan, amal bukanlah merupakan faktor produksi. Dalam syariah Islam, dasar hukum transaksi (muamalah) adalah ibahah (diperbolehkan) sepanjang tidak ditemukannya larangan dalam nash atau dalil.
1.      Amal/Kerja (Labor)
Amal adalah segala daya dan upaya yang dicurahkan dalam menghasilkan dan menigkatkan kegunaan barang dan jasa, baik dalam bentuk teoretis (pemikiran, ide, konsep) maupun aplikatif (tenaga, gerakan) yang sesuai dengan syariah. Pada dasarnya, ada dua tujuan yang harus dicapai oleh produsen dalam melakukan pekerjaan, yaitu dengan spiritualisme konotasi ibadah.
2.      Bumi/Tanah (Land)
Land (tanah) meliputi segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar ataupun disekitar bumi yang menjadi sumber-sumber ekonomi, seperti pertambangan, pasir, tanah pertanian, sungai dan lain sebagainnya. Bumi biasa diberdayakan untuk pertanian, perternakan, pendirian kawasan industry, perdagangan, sarana transportasi, ataupun pertambangan.
Mekanisme pemberdayaan bumi, ulama fiqh berbeda pendapat tentang mekanisme pemberdayaan lahan pertanian oleh orang lain dan penentuan return yang berhak diperoleh masing-masing pihak. Sebagian berpendapat, bahwa mekanisme yang tepat adalah muzara’ah. Akan tetapi, ulama yang lain menolaknya dan menawarkan konsep penyewaan dengan sistem uang.
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik tanah memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara  Dengan imbalan bagian tertentu, misalnya setengah atau sepertiga dari hasil panen sesuai dengan kesepakatan.

3.      Modal (Capital)
Capital adalah bagian dari harta kekayaan yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, seperti mesin, alat produksi, equipment (peralatan), gedung, fasilitas kantor, transportasi dan lain sebagainya. Dalam kapitalisme capital berhak mendapat bunga sebagai kompensasi pinjaman (return of loans).
Berdasarkan jangka waktu penggunaan capital, asset (kekayaan) biasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu fixed asset (asset tetap) dan variabel asset (asset berubah). Fixed asset adalah capital yang digunakan untuk beberapa proses produksi dan tidak terjadi perubahan seperti bangunan, mesin, dan peralatan. Variabel asset adalah capital yang digunakan untuk proses produksi dan akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan proses produksi yang dilakukan seperti labor, sumber energi, dan lainnya.




E.    Masalah Produksi dalam Pandangan Islam
Banyak orang yang melakukan kekeliruan ketika memecahkan masalah ekonomi, yaitu melepaskan gambaran dan peranan manusia dalam kehidupannya serta bagaimana ia menempuh jalan-jalan kesejahteraan hidup dan sebab-sebab rezekinya.
Hal itu karena kemauan manusia dan pengaruhnya dalam mendorong kekuatan manusia dan memajukan sebaik-baiknya. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri dan dipersoalkan lagi, seperti halnya dorongan nilai-nilai dan moral yang menekankan tersalurnya kemauan manusia dalam melakukan aktivitas produksi. Oleh karena itu hal ini tidak menjadi masalah apabila dalam produksi telah tergambarkan tiga peranan manusia.
Islam menggambarkan peranan manusia dalam alam semesta iniatas dasar tiga masalah pokok, yaitu:
1.      Allah SWT menciptakan seluruh alam semesta sesuai dengan peraturan dan hukumnya.
2.      Allah SWT memerintahkan tunduk kepada umat manusia dari seluruh alam semesta ini, apa saja yang ia butuhkan dalam usahanya untuk hidup dan kelangsungan kehidupannya.
3.      Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia dalam memakmurkan planet ini, mengeksploitasi sumber-sumber kamakmurannya, dan mengharapkan anugerah Allah yang tersimpan dalam planet ini.
F.     Perilaku dalam produksi Dalam Ekonomi Islam
Akhlak akan mendasari bagi seluruh aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas ekonomi produksi.
 Menurut Yusuf Qardhawi dikatakan, bahwa “akhlak merupakan hal yang utama dalma produksi yang wajib diperhatikan kaum muslimin, baik secara individu maupun bersama-sama, yaitu bekerja pada bidang yang dihalalkan oleh Allah SWT, dan tidak melampaui apa yang di haramkan oleh Allah SWT.” Dalam usaha bidang ekonomi tujuan utama adalah mencari keuntungan maksimum dengan mengatur penggunaan factor produksi seefisin mungkin, sehingga usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien.dalam uasah seorang muslim belum tentu seperti itu,



 Beberapa aspek dalam melakukan produksi oleh seorang muslim adalah :
1.      Berproduksi adalah ibadah, sama saja seorang muslim mengaktualisasikan Ibadah bersama dengan bisnis yang dijalankan.
2.      Factor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan produksi sifatnya tidak terbatas, untuk menggunakan manusia perlu berusaha mengoptimalkan segala kemampuan yang telah Allah berikan. Seorang muslim tidak akan kecil hati bahwa sesungguhnya rizki adalah dari Allah.
3.      Seorang muslim yakin bahwa Sesutu yang dikerjakan dengan ajaran islam tidak membuat hidupnya menjadi sulit.
4.      Berproduksi bukan hanya mencari keuntungan belaka. Dalam islam harta adlah titipan Allah sebagai amanah untuk dikelola mencapai kemaslahatan.
5.      Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung unsure haram atau riba, pasar gelap dan spekulasi.

G. Nilai-Nilai Islam Dalam Berproduksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami. Metwally mengatakan, “perbedaan dari perusahan-perusahan non muslim  tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya.

Nilai-nilai islam yng relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalm ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful secara lebih rinci nilai-nilai islam dalam produksi meliputi:
1.      Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat;
2.      Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal;
3.      Memenuhi takran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran;
4.      Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis;
5.      Memuliakan prestasi/produktifitas;
6.      Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi;
7.      Menghormati hak milik individu;
8.      Mengikuti syarta sah dan rukun akad/transaksi;
9.      Adil dalam bertransaksi;
10.  Memiliki wawasan social;
11.  Pembayaran upah tepat waktu dan layak;
12.  Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalm islam.
Penerapan nilai-nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diproleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan member kontribusi bagi tercapinya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan memperoleh kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga diakhirat.


H.    Pola Produksi
Berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusalas arikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan.
Dari sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi, berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi?



Berikut akan dijelaskan sekilas mengenai ketujuh aktivitas produksi.
1.      Apa yang diproduksi
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat (primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)

2.       Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah produksi di pengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal, faktor SDM, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.

3.      Kapan produksi dilakukan Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4.      Mengapa suatu produk diproduksi
a.       Alasan ekonomi
b.      Alasan kemanusiaan
c.        Alasan politik
5.       Dimana produksi itu dilakukan
a.       Kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
b.       Murahnya sumber-sumber ekonomi
c.       Akses pasar yang efektif dan efisien
d.      Biaya-biaya lainnya yang efisien
6.      Bagaimana proses produksi dilakukan: input- proses – out put - out come
7.      Siapa yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, indovidu

Dengan demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya (how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi tersebut (for whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
I.    Etika Produksi
Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas. Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu etika deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif menjelaskan pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia. Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika mempertanyakan makna yang dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Apa yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral. Karenanya kita berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong oragnisasi ke arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat etika perusahaan secara umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat keputusan.
Jika kita berbicara tentang nilai dan akhlak dalam ekonomi dan mu’amalah Islam, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama,yaitu: Rabbaniyah (Ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan dan Pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi10.
Raafik Isaa Beekun dalam bukunya yang berjudul Islamic Bussines Ethics menyebutkan paling tidak ada sejumlah parameter kunci system etika Islam yang dapat dirangkum sbb:
a.      Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa an mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna.
b.      Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.
c.      Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggung jawab keadilan.
d.      Percaya kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
e.      Keputusan yang menguntungkan kelompok mamyoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya.etis bukanlah permainan mengenai jumlah.
f.      Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai system yang tertutup, dan berorientasi diri sendiri.Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
g.     Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur’an dan alam semesta.
h.      Tidak seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum Muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah SWT.










BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).

Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.

Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.















DAFTAR ISI


DAFTAR ISI.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

BAB I
          PENDAHULUAN.......................................................................................1
         
BAB II
          PEMBAHASAN..........................................................................................2
                 TEORI PERILAKU PRODUSEN......................................................2
A.    Teori Perilaku Produsen Dalam Ekonomi Islam...............................2
B.     Tujuan Dan Pengertian Menurut Islam..............................................3
C.     Motif Berproduksi Dalam Islam........................................................5
D.    Faktor-Faktor Produksi Dalam Islam................................................6
1.      Amal/kerja...................................................................................6
2.      Bumi tanah..................................................................................7
3.      Modal..........................................................................................7

E.     Masalah Produksi Dalam Pandangan Islam......................................8
F.      Perilaku Dalam Produksi Dalam Ekonomi Islam..............................8
G.    Nilai-Nilai Islam Dalam Berproduksi................................................9
H.    Pola Produksi...................................................................................10
I.       Etika Produksi..................................................................................12

BAB III
          PENUTUP/KESIMPULAN.......................................................................14













KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT. Yang mana pada kesempatan ini, kami akan membahas materi mata kuliah yang bejudul “TEORI PERILAKU PRODUSEN” dalam pandangan islam. Dalam bab ini kami meringkas materi-materi atau poin-poin penting yang kemudian kami akan mempresentasikannya.

Demikian, jika nanti ada kata-kata yang tidak tepat atau kalimat-kalimat yang kurang jelas dalam pembahasan yang terkandung dalam bab ini mohon kritik dan saran, agar nantinya tidak ada kekeliruan. Sehingga materi yang kami bawakan ini menjadi sempurna. Atas perhatian para pembaca kami mengucapkan terimakasih.




                                                                                      
Bukit Indah, 14 juni 2013
                                                                                      
                                                                                                   PENULIS

No comments:

Post a Comment