Konsep Dasar
Ekonomi Islam
Bab ini
menjelaskan pandagan islam terhadap permasalahan ekonomi, termasuk aspek
bagaimana islam memandang tujuan hidup manusia, memahami permasalahan hidup dan
ekonomi dan bagaimana islam memecahkan masalah ekonomi.
a.
Tujuan Hidup
Masalah ekonomi
hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan
membawa manusia kepada tujuan hidupnya. Oleh karena itu, ada tiga hal pokok
yang diperlukan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan hidup.
1.
Falah sebagai Tujuan Hidup
Falah berasal dari bahasa
Arab dari kata aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau
kemenangan. Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan
kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan
dalam hidup. Istilah falah menurut islam diambil dari kata-kata
al-qur’an, yang seiring dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia
dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih
ditekankan pada aspek spiritual.
Untuk kehidupan dunia,
falah mencakup tiga pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan keinginan,
serta kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah
mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan
abadi, dan pengetahuan abadi ( bebas dari segala kebodohan).
2.
Mashlahah sebagai Tujuan Antara untuk Mencapai Falah
Mashlahah adalah segala
bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan
kedudukan manusia yang paling mulia. Menurut as-shatibi, mashlahah dasar bagi
kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs),
intelektual (‘aql), keluarga dan keturunan (nash), dan material (wealth).
Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan
dasar manusia, yaitu kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi agar manusia hidup
bahagia di dunia dan akhirat.
Islam mengajarkan agar
manusia menjalani kehidupannya secara benar, sebagaimana telah diatur oleh
Allah. Bahkan, usaha untuk hidup secara benar dan menjalani hidup secara benar
inilah yang menjadikan hidup seseorang menjadi tinggi. Untuk itu, manusia
membutuhkan suatu pedoman tentang kebenaran dalam hidup, yaitu agama( dien).
Kehidupan jiwa-raga (an
nafs) di dunia sangat penting, karena merupakan ladang bagi tanaman yang akan
dipanen di kehidupan akhirat nanti. Apa yang akan diperoleh di akhirat
tergantung pada apa yang telah dilakukan. Harta material(maal) sangat
dibutuhkan, baik untuk kehidupan duniawi maupun ibadah. Manusia membutuhkan
harta untuk pemenuhan kebutuhan makanan, minuman, pakaian, rumah, kendaraan,
perhiasan sekedarnya dan berbagai kebutuhan lainnya untuk menjaga kelangsungan
hidupnya. Tanpa harta yang memadai kehidupan akan menjadi susah, termasuk
menjalankan ibadah.
Untuk menjaga
kontinuitas kehidupan, maka manusia harus memelihara keturunan dan keluarga
(nasl). Meskipun seorang mukmin menyakini bahwa horison waktu kehidupan tidak
hanya mencakup kehidupan dunia melainkan hingga akhirat, tetapi kelangsungan
kehidupan dunia melainkan hingga akhirat, tetapi kelangsungan dunia sangatlah
penting.
3.
Permasalahan dalam Mencapai Falah
Adannya berbagai keterbatasan, kekurangan, dan kelemahan yang ada
pada manusia serta kemungkinan adanya interpedensi berbagai aspek kehidupan
sering kali menjadi permasalahan besar dalam upaya mewujudkan falah.
Permasalahan lain adalah kurangnya sumber daya (resources) yang tersedia
dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam rangka mencapai
falah.
a.
Ketidakmerataan distribusi sumber daya
Distribusi sumber daya
yang tidak merata antar individu atau wilayah merupakan salah satu penyebab
kelangkaan relatif. Terdapat daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam,
kaya akan tenaga kerja, tapi juga terdapat pula daerah-daerah yang miskin sumber
daya. Dalam jangka pendek, keberagaman penciptaan ini seolah menimbulkan
problem kelangkaan relatif, namun dalam jangka panjang di mungkinkan manusia
untuk belajar dan melakukan inovasi agar kebutuhannya terpenuhi.
b.
Keterbatasan manusia
Manusia tercipta sebagai
makhluk paling sempurna di antara makhluk lainnya, dengan dibekali
nafsu,naluri, akal dan hati. Meskipun demikian, manusia sering kali memiliki
keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan yang dimiliki sehingga tidak mampu
memanfaatkan sumber daya secara optimal.
c.
Konflik antar tujuan hidup
Peran ilmu ekonomi
sesungguhnya adalah mengatasi masalah ‘kelangkaanrelatif’ ini sehingga dapat
dicapai falah, yang diukur dengan mashlaha. Kelagkaan bukanlah terjadi dengan
sendirinnya namun bisa juga disebabkan oleh perilaku manusia.
1.
Konsumsi, yaitu komoditas apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan
mashlahah.
Masyarakat harus memutuskan komoditas apa
yang dibutuhkan, dalam jumlah berapa dan kapandiperlukan sehingga mashlahah
dapat terwujud. Pada dasarnya sumber daya dapat digunakan untuk memenuhi
berbagai keinginan dan kebutuhan manusia, jadi terdapat pilihan-pilihan
alternatif pemanfaatan sumber daya. Ilmu ekonomi berkewajiban untuk memilih
pemanfaatan sumber daya untuk berbagai komoditas yang benar-benar dibutuhkan
untuk mencapai falah.
2.
Produksi, yaitu bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu dihasilkan
agar
mashlahah tercapai. Masyarakat harus memutuskan siapakah yang akan
memproduksi, bagaimana teknologi produksi yang digunakan dan bagaimana
mengelola sumber daya sehingga mashlahah dapat terwujud.
3.
Distribusi, yaitu bagaimana sumber daya dan komoditas
didistribusikan di masyarakat agar setiap individu dapat mencapai mashlahah.
A.
Islam, Ekonomi Islam, dan Rasionalitas
Ekonomi islam dibangun atas dasar agama islam, karenannya ia bagian
yang tak terpisahkan (integral) dari agama islam. Sebagai derivasi dari agama
islam, ekonomi islam akan mengikuti agama islam dalam berbagai aspeknya. Islam
adalah sistem kehidupan (way of life), dimana islam telah menyediakan berbagai
berangkap aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang
ekonomi.
1.
Ekonomi sebagai Bagian Integral dari agama islam
Secara umum, agama (religion) diartikan
sebagai perpersi dan keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam
semesta, dan peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga
membawa kepada pola hubungan dan perilaku manusia dengan Tuhan, sesama manusia
dan alam semesta. Agama merupakan serangkaian ‘’rencana atas perillaku yang
didasarkan atas nilai atau norma.” Kesemua definisi tersebut berimplikasi bahwa
agama meliputi perilaku manusia, termasuk semua tahap dan aspeknya.
Ekonomi, secara umum, didefinisikan
sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya
yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Dengan
demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari agama. Ruang lingkup ekonomi
meliputi satu bidang perilaku manusia terkait dengan konsumsi, produksi dan
distribusi.
Islam merupakan suatu agama yang
memberikan tuntunan pada seluruh aspek kehidupan, baik hubungan manusia dengan
Tuhan, atau manusia dengan sesama makhluk Tuhan. Inilah yang sering disebut
dengan implementasi Islam secara kaffah (menyeluruh).
Pengertian
implementasi islam secara kaffah ini adalah (a) ajaran islam dilaksanakan
secara keseluruhan, jadi tidak diambil beberapa bagian saja secara parsia, dan
(b) meliputi seluruh aspek kehidupan, yaitu seluruh aspek kehidupan harus
dibingkai ajaran islam.
2.
Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Ekonomi islam
sebenarnya telah muncul sejak islam itu dilahirkan. Ekonomi islam lahir
bukanlah sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri melainkan bagian integral dari
agama islam. Sejak abad ke-8 telah muncul pemikiran-pemikiran ekonomi islam
secara persial, misalnya peran negara dalam ekonomi, kaidah berdagang,
mekanisme pasar, dan lain-lain, tetapi pemikiran secara komprehensif terhadap
sistem ekonomi islam sesungguhnya baru muncul pada pertengahan abad ke-20 dan
semakin marak sejak dua dasawarsa terakhir.
Pada intinya ekonomi islam adalah suatu
cabang pengetahuan yang berupaya untuk memandang,menganalisis, dan akhirnya
menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara islami. Dalam
pandagan islam ilmu pengetahuan adalah suatu cara yang sistematis untuk
memecahkan masalah kehidupan manusia yang mendasarkan segala aspek tujuan
(ontologis), metode penurunan kebenaran ilmiah (epistemologis), dan nilai-nilai
(aksiologis) yang terkandung pada ajaran islam. Secara singkat, ekonomi islam
dimaksudkan untuk mempelajari upaya manusia untuk mencapai falah dengan sumber
daya yang ada melalui mekanisme pertukaran. Definisi ekonomi islam dari
beberapa ekonom muslim terkemuka saat ini.
a.
Ekonomi islam merupakan ilmu ekonomi yang diturunkan dari ajaran
al-qur’an dan sunnah. Segala bentuk pemikiran ataupun praktik ekonomi yang
tidak bersumberkan dari alquran dan sunnah tidak dapat dipandang sebagai
ekonomi islam. Untuk dapat menjawab permasalahan kekinian yang belum dijelaskan
dalam alquran dan sunnah, digunakan metode fiqh untuk menjelaskan apakah
fenomena tersebut bersesuaian dengan ajaran alqur’an dan sunnah ataukah tidak. Dalam
hal ini, ekonomi islam akan dipandang lebih bersifat normatif ketika
perkembangan ilmu ekonomi islam belum
didukung oleh praktik. Dalam hal ini, ekonomi islam dianggap tidak memiliki
kekurangan dan selalu dianggap benar. Kegagalan dalam memecahkan masalah
ekonomi empiris dipandang bukan sebagai kelemahan ekonomi islam, melainkan
kegagalan ekonom dalam menafsirkan Al-qur’an dan sunnah. Beberapa ekonom muslim
cenderung menggunakan definisi dan pendekatan ini adalah Hazanuzzaman (1984)
dan Metwally ( 1995).
b.
Ekonomi islam merupakan implementasi sistem etika islam dalam
kegiatan ekonomi yang ditunjukkan untuk pengembangan moral masyarakat. Dalam
hal ini, ekonomi islam bukanlah sekedar memberikan justifikasi hukum
terhadap fenomena ekonomi yang ada,
namun lebih menekankan pada pentingnya spirit islam dalam setiap aktivitas ekonomi.
Perbedaan pandangan muncul dalam mengedifinisikan spirit dasar islam yang
terkait dengan ekonomi.
c.
Spirit inilah yang kemudian menjadi dasar penurunan ilmu ekonomi.
Beberapa ekonom yang menggunakan pendekatan ini adalah Mannan (1993), Ahmad
(1992) dan Khan (1994).
d.
Ekonomi islam merupakan representasi perilaku ekonomi umat muslim
untuk melaksanakan ajaran islam secara yang menyeluruh. Dalam hal ini, ekonomi
islam tidak lain merupakan penafsiran dan praktif ekonomi yang dilakukan oleh
umat islam yang tidak bebas dari kesalahan dan kelemahan. Analisis ekonomi
setidaknya dilakukan dalam tiga aspek, yaitu norma dan nilai-nilai dasar islam,
batasan ekonomi dan status hukum, dan aplikasi dan analisis sejarah. Beberapa
ekonomi yang menggunakan pendekatan ini adalah Siddiqie (1992) dan Naqvi
(1994).
e.
Beberapa ekonom muslim mencoba mendefinisikan ekonomi islam lebih
komprehensif ataupun menggabungkan antara definisi-definisi yang telah ada. Seperti
diungkapkan oleh Chapra (2000) choudury bahwa berbagai pendekatan dapat digunakan untuk mewujudkan ekonomi islam,
baik pendekatan historis, empiris ataupun teoretis. Namun demikian, pendekatan
ini dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia sebagaimana yang
dijelaskan oleh islam, yaitu falah yang bermaknakan kelangsungan hidup,
kemandirian, dan kekuatan untuk hidup.
3.
Ekonomi Islam sebagai Suatu Ilmu dan Norma
Pemahaman tentang terminologi ekonomi
positif dan ekonomi normatif merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
mempelajari ekonomi islam. Keharusan ini didasarkan atas nilai (value) atau
norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit maupun emplisit. Kemiskinan yang
terjadi di negara-negara berkembang
tidak seharusnya semakin memburuk adalah contoh pernyataan normatif.
Ilmu ekonomi konvensional melakukan
pemisahan secara tegas antara aspek positif dan aspek normatif. Pemisahan aspek
normatif dan positif mengandung implikasi bahwa fakta ekonomi merupakan sesuatu
yang independent terhadap norma; tidak ada kausalitas antara norma dengan
fakta.
Salah satu kritik utama para pemikir islam
terhadap ilmu ekonomi konvensional, terutama kapitalisme, adalah adanya
kecenderungannya untuk mengklaim bebas nilai (value free), serta mengabaikan
pertimbangan moral. kritik ini muncul dari pengamatan berikut ini.
a.
Ilmu ekonomi konvensional cenderung berbicara pada dataran positif
(positive economics) dengan alasan menjaga objektivitas ilmu pengetahuan.
b.
Teori, model, kebijakan dan masyarakat ekonomi yang dikembangkan
selama 2 abad terakhir berada dalam lingkup tradisi mekanisme.
c.
Tradisi pemikiran neo klasik, yang merupakan mazhab pemikiran
ekonomi mainstream saat ini, cenderung menempatkan filsafat individualisme,
merkantilisme, dan utililitarianisme sebagai dasar dalam penyusunan teori dan
model ekonominya.
B.
Metodologi Ekonomi Islam
Setelah kita mengetahui
tujuan ekonomi islam, yaitu mencapai falah pernyataannya kemudian adalah
bagaimana cara-cara yang dibenarkan untuk mencapai falah tersebut? Metodologi
ekonomi islam diperlukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan apakah syarat
suatu perilaku atau perekonomian dikatakan benar menurut islam.
1.
Konsep Rasionalitas Islam
Setiap analisis ekonomi selalu didasarkan
atas asumsi mengenai perilaku para pelaku ekonominya. Secara umum sering kali
diasumsikan bahwa dalam pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu
berpikir, bertindak dan bersikap secara rasional.
Termonologi
rasionalitas merupakan terminologi yang sangat longgar. Argumentasi apa pun
yang dibangun, selama hal tersebut memenuhi kaidah-kaidah logika yang ada, dan
oleh karenanya dapat diterima akal, maka hal ini dapat dianggap sebagai bagian
dari ekspresi rasionalitas. Oleh karena itu, terminologi rasionalitas dibangun
atas dasar kaidah-kaidah yang diterima secara universal dan tidak perlu
dilakukan pengujian untuk membuktikan kebenarannya, yang disebut sebagai
aksioma.
Aksioma-aksioma
ini akan diposisikan sebagian acuan dalam pengujian rasionalitas dari suatu
argumen atau perilaku.
a.
Setiap pelaku ekonomi bertujuan mendapatkan mashlahah
1.
Mashlahah yang lebih besar lebih disukai dari pada yang lebih sedikit.
Mashahah yang
lebih tinggi jumlah atau tingkatnya lebih disukai dari pada mashahah yang lebih
rendah jumlah atau tingkatnya atau monotonicity mashlahah yang lebih besar akan
memberikan kebahagiaan yang lebih tinggi, karenanya lebih disukai daripada
mashahah yang lebih kecil.
2.
Mashlahah diupayakan terus meningkat sepanjang waktu.
Konsep ini
sering disebut dengan quasi concavity, yaitu situasi mashalah yang menunjukkan
pola non-drecreasing. Karena jika nya tersebut, sebab sedikit tidaklah
menyenangkan dan dapat menurunkan mashalah hidupnya. Selanjutnya ia bersedia
mengeluarkan sejumlah pengorbanan tertentu misalnya olahraga, vaksinasi, dan
lain-lain agar tidak jatuh sakit lagi dan lebih sehat dimasa depan agar
mashalah hidupnya semakin meningkat atau setidaknya tetap.
b.
Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan
kemubaziran (non-wasting)
Perilaku mencegah wasting ini diingikan
oleh setiap pelaku karena dengan terjadinya kemubaziran berarti telah terjadi
pengurangan dari sumber daya yang dimiliki tanpa konpesansi berupa hasil yang
sebanding.
c.
Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminumkan resiko (
risk aversion)
Resiko adalah sesuatu yang tidak menyenagkan
dan oleh karenaya menyebabkan menurunkan mashlahah yang diterima. Hal ini
merupakan konsequensi dari aksioma monotonocity dan quasi concavity. Namun,
tidak semua resiko dapat dihindari atau diminimumkan.
Hanya risiko yang dapat diantisipasi (anticipated risk)saja
yang dapat dihadiri atau diminimumkan. Risiko dibedakan menjadi:
1.
Risiko yang bernilai (worthed Risk)
Resiko ini mengandung dua elemen yaitu risiko (risk) dan hasil
(return). Kedua istilah ini muncul karena dalam hal-hal tertentu hasil selalu
terkait dengan resio, di mana keduannya dapat sepenuhnya diantisipasi dan
dikalkulasi seberapa besar peluang dan nilainya.Jika mashlahah yang diterima
lebih lebih besar dari risiko, yaitu pengorbanan, maka pengorbanan tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai hal yang sei-sia dan karennya tidak bertentangan
dengan aksioma non-wasting. Dalam hal ini mashlahah yang positif berarti juga
tidak bertentangan dengan aksioma monotonocity.
2.
Risiko yang tak bernilai (Unworthed Risk)
Ketika nilai hasil yang diharapkan lebih kecil dari risiko yang
ditanggung `ataupun ketika resiko dan hasil tersebut tidak dapat diantisipasi
dan dikalkulasi. Dengan kata lain, hanya jenis resiko inilah yang setiap pelaku
berusaha untuk menghindari.
d.
Seriap pelaku ekonomi diharapkan pada situasi ketidakpastian
Ketidakpastian dapat menurunkan mashlahah
yang diterima. Kemunculan risiko dalam banyak hal dapat diantisipasi melalui
gejala yang ada. Gejala yang dimaksud disini adalah adanya ketidakpastian
(uncertainty). Dengan begitu suatu ketidakpastian banyak diindentikkan dengan
resiko itu sendiri, atau ketidakpastian dianggap sebagai dual dari resiko. Oleh
karena itu, situasi ketidakpastian juga dianggap sebagai situasi yang dapat
menurunkan nilai mashlahah.
e.
Setiap pelaku berusaha melengapi informasi dalam upaya meminimumkan
risiko
Hal ini kemudian digunakan untuk mengkalkulasi
apakah suatu risiko masuk dalam kategori worthed atau unworthed sehingga dapat
ditentukan keputusan apakah akan menghadapi risiko tersebut ataumenghindarinya.
Informasi ini
dapat digali melalui fenomena kejadian masa lalu ataupun petunjuk/informasi
yang diberikan pihak tertentu.
Di samping aksioma-aksioma yang bersifat
universal diatas, juga terdapat aksioma lain yang merupakan sesuatu yang
diyakini dalam islam,antara lain :
a.
Adanya kehidupan setelah mati
b.
Kehidupan akhirat merupakan akhir pembalasan atas kehidupan di
dunia
c.
Sumber informasi yang sempurna hanyalah Alquran dan sunnah
3.
Etika dan rasionalitas Ekonomi islam
Secara umum, moral
didefinisikan sebagai standar perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat
(benar) ataukah tidak (salah). Filosofi atas suatu standar moral setiap
masyarakat dapat berbeda-beda, dan alasan inilah yang dikenal dengan istilah
etika. Ekonomi islam mempelajari perilaku perilaku pelaku ekonomi yang rasional
islam, sebagaimana dijelaskan subbab sebelumnya. Oleh karena itu, standar moral
suatu perilaku ekonomi didasarkan pada ajaran islam dan bukan semata-mata
didasarkan atas nilai-nilai yang dibangun oleh kesepakatan sosial.
4.
Syariah, Fiqh, dan Ekonomi Islam
Fungsi syariah
islam yang kedua adalah memberikan kontrol terhadap perilaku manusia agar
manusia terselamatkan dari tindakan yang merugikan, yaitu menjauhkan dari
falah. Dalam hal ini, syariah lebih dikenal sebagai fiqh atau hukum islam yang
berisikan kaidah yang menjadi ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang
dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia. Fiqh islam
dipergunakan sebagai satu-satunya pedoman yang digunakan untuk menilai tindakan
benar atau salah.
Syariah, oleh
para ahli hukum islam, diartikan sebagai “seperangkat pengaturan atau ketentuan
dari Allah untuk manusia yang disampaikanmelalui rasul-nya,’’untuk memahami
makna syariah diperlukan tiga hal mendasar, yaitu keimanan, moral dan fiqh
serta kodifikasi hukum.
Fiqh merupakan
pemahaman terhadap aturan syariah secara praktis yang diturunkan dari
bukti-bukti tertentu. Dalam fiqh, suatu perilaku dikatagorikan menjadi legal
atau ilegal, atau halal dan haram, sedangkan dalam syariah terdapat lebih
banyak kategori dalam menilai suatu perilaku.
Sumber hukum
atau fiqh yang diakui ahli hukum islam terdiri dari sumber yang mutlak
kebenarannya dan sumber yang memungkinkan dilakukannya rekodifikasi yang
mengikuti perkembangan zaman. Sumber pertama adalah Al-qur’an, sunnah,ijma (
kesepakatan bersama ulama dalam memutuskan suatu masalah ) dan qiyas (analogi
terhadap masalah terhadap hukum yang terdapat dalam alquran atau sunnah).
Sumber fiqh kedua adalah sumber-sumber yang masih dimungkinkan terjadinnya
perbedaan pendapat ataupun perbedaan dalam praktik. Sumber-sumber ini adalah istihsan
(pertimbangan kepentingan hukum), maslahah mursalah (pertimbangan
kepentingan umum), istishab (meneruskan hukum yang sudah berjalan
sebelum munculnya hukum baru), dan ‘Urf (membiarkan tradisi yan tidak
bertentangan dengan syariah).
Secara garis
besar, beberapa kaidah pokok yan harus dipegang dalam fiqh islam yaitu sebagai
berikut:
a.
Pada dasarnya setiap bentuk muamalah adalah dibolehkan kecuali jika
terdapat larangan dalam Alquran atau sunnah.
b.
Hanya Allah –lah yang berhak mengharamkan & menghalalkan suatu
hal. Manusia hanya memiliki hak untuk ber-ijtihad, yaitu menafsirkan atas apa
yang dijelaskan oleh Alquran dan sunnah.
c.
Sesuatu yang bersifat najis dan merusak harkat manusia dan
lingkungan adalah haram.
d.
Sesuatu yang menyebabkan kepada yang haram adalah haram.
e.
Tujuan atau niat baik tidak dapat membuat haram menjadi halal
f.
Halal dan haram adalah berlaku bagi siapapun yang muslim, berakal
dan merdeka.
g.
Keharusan dalam menentukan
skala prioritas dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1). Menghindari
kerusakan lebih diutamakan daripada mencari kebaikan.
2). Kepentingan
sosial dan luas diutamakan daripada kepentingan individu yang sempit.
3). Manfaat
kecil dapat dikorbankan untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar
4). Bahaya
kecil dapat dikorbankan untuk menghindari bahaya yang lebih besar.
5.
Kerangka metodologi Ekonomi Islam
a.
Kebenaran dan kebaikan
Pola berpikir
seperti ini telah mendominasi pada hampir setiap proses penentuan kebenaran
dalam semua cabang ilmu pengetahuan yang ada pada saat ini. Dalam proses yang
disebut induksi ini, ilmuwan biasannya melakukan percobaan berulang-ulang untuk
menguji suatu hipotesis. Dengan bantuan statistika, ilmuwan mengumpulkan data,
yang dianggap sebagai representasi dunia nyata, yang kemudian digunakan untuk
menguji hipotesis.
Proses pengujian hipotesis seperti ini
masih dimungkinkan adanya kesalahan sehingga kesimpulan akhirnya mengandung
kekeliruan. Statistika disebut sebagai kekeliruan yang terjadi sebagai akibat ditolaknya
suatu hipotesis yang benar. Kekeliruan ini selalu diasumsikan terjadi dalam
setiap pengujian.
b.
Metodelogi ilmu alam versus metodologi ilmu sosial
Jika seseorang mengamati perilaku alam
ini, maka dia akan mendapati adanya aturan-aturan atau hukum-hukum yang
konsisten yang kemudian dianggap sebagai suatu teori yang benar. Kalau ternyata
pada kesempatan berikutnya hal ini dinyatakan keliru dengan terungkapnya fakta
baru, maka kekeliruan ini murni disebabkan terbatasnya kemampuan manusia
dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tidak demikian halnya pada area ilmu
sosial dimana ilmu ekonomi termasuk di dalamnya. Kesalahan terbesar dari
metodologi yang dikembangkan selama ini dalam ilmu ekonomi adalah
mengidentikkan ekonomi dengan proses yang terjadi dalam ilmu fisika ( Chapra,
2000). Mekanisme hubungan antara berbagai variabel yang terbentuk dalam ilmu
ekonomi dipercayai sebagai pola yang pasti. Anggapan tentang kepastian inilah
yang telah menjebak ilmu ekonomi dalam perangkap determinisme.
Selain itu, perbedaan yang terjadi dalam
keputusan yang diambil disebabkan karena input yang mereka pakai dalam proses
pengambilan keputusan adalah berbeda. Input terhadap decision rule ini
berupa informasi, nilai dan kepercayaan dan berbagai hal menyangkut kehidupan
pribadi.
c.
Objek Ekonomi Islam
AL-qur’an& sunnah
|
Ushul
& Qawai
|
Fiqh muamalat
Peran ilmu ekonomi iqh mmmmmmmmmmmmmuMuamalat
|
Konsumsi
|
Produksi
|
Distribusi
|
Makro ekonomi
|
Syariah
|
Akhlaqqq
|
-
Nilai Ekonomi Islam
-
Prinsip Ekonomi Islam
|
MetodeDeduktif
|
Teori Ekonomi
|
Aqidah
|
Sejarah Islam
|
Realitas ekonomi
|
Metode induksi
|
No comments:
Post a Comment