loading...

Monday 14 October 2013

Teori Konsumsi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mengungkap cacat/keburukan orang lain diperbolehkan hanya hal itu lebih besar, misalnya ketika seeorang saksi pengadilan mengemukakan kesaksiannya di depan  hakim secara jujur mengenai keburukan seseorang untuk mengungkap suatu tindakan kejahatan perilaku saksi ini dibenarkan merupakan satu-satunya cara untuk menghindari terjadinya keburukan yang menurut islam.
Dalam islam penyembelihan yang halal adalah penyembelihan yang bukan di atas namakan selain Allah, misalnya untuk persembahan dewa, dan disembelih dengan benda yang  tajam sehingga darah  binatang bisa keluar dengan sempurna.
Dalam kaidah fiqih pada umunya, setiap perbuatan dapat dikategorikan secara hukum islam menjadi lima, yaitu haram, makruh, mubah, sunah, dan wajib. Hal ini terkait dengan derajat keberpihakan islam terhadap perbuatan tersebut. Perbuatan dihukumi haram jika perbuatan itu dilarang dan karenanya pelakunya akan mendapat siksa. Sebaliknya , hukum wajib muncul terhadap hal-hal yang diperintahkan untuk dilakukan dan imbalan pahala ( berkah ) bagi pelakunya. Di antara keduanya terdapat sunah, yaitu perbuatan yang dianjurkan oleh islam, yaitu akan mendatangkan pahala bagi pelakunya, namun tidak memberikan siksa bagi yang meninggalkannya.

B.        Tujuan
Ø  Dapat mengetahui teori konsumsi dalam islam dengan benar
Ø  Untuk mengetahui hokum konsumsi dalam islam
Ø  Untuk mengetahui nilai-nilai ekonomi islam dala hokum konsumsi


1
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI KONSUMSI
A.       Pengertian
        Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yamg penting, bahkan terkadang dianggap paling penting. Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi-konsumsi-distribusi, seringkali muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu diantara mereka. Jawaban atas pertanyaan ini jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan mata rantai yang terkait satu dengan lainnya. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan disribusi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi.
        Dalam ekonomi konvesional perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang hedonistic materialistik serta boros (wastefull). Karena rasionalisme ekonomi konvensional adalah self-interst, perilaku konsumsinya juga cenderung individualistik sehingga seringkali mengabaikan keseimbangan dan keharmonisan social. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip dasar bagi konsumsi adalah “saya akan mengkonsumsi apa saja dan dalam jumlah berapapun sepanjang: (1) anggaran saya memadai, (2) saya memperoleh kepuasan yang maksimum”. Apakah perilaku konsumsi yang seperti ini dapat dibenarkan oleh ajaran Islam?
B.        Mashlahah Dalam Konsumsi
        Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa untuk memberikan mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rsionalitas islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.
        Mengkonsumsi yang halal saja merupakan kepatuhan kepada Allah, kerenanya memperoleh pahala. Pahala inilah yang kemudian dirasakan sebagai berkah dari barang/jasa yang telah di konsumsi. Sebaliknya, konsumen tidak akan mengkonsumsi barang- barang/jasa yang haram karena tidak mendatangkan berkah. Mengkonsumsi yang haram akan menimbulakan dosa pada akhirnya akan berujung pada siksa Allah. Jadi mengkonsumsi yang haram justru memberikan berkah negative.
2
        Misalnya, ketika seorang menonton televise di pagi hari, maka ia bisa memilih channel mengenai berita  politik dan hokum. Berita kriminal, silm cartun,  hiburan music atau siaran lainnya. Setiap jenis siaran tersebut dirancang untuk mampu memberikan manfaat bagi penontonya, baik berupa layanan informasi maupun kepuasan psikis.
1.         Kebutuhan dan Keinginan
        Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik, aspiritual, intelektual ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis di samping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh seseorang, maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan malahirkan mashlahah sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaatan semata. Dalam kasus, jika yang diinginkan bukan merupakan suatu kebutuhan, maka pemenuhan keinginan trsebut hanya nakan memberikn kepuasan saja.
        Secara umum dapat dibedakan antara kebtuhan dan keinginan sebagaimana dalam tabel berikut.

Karakteristik
Keinginan
Kebutuhan
Sumber
Hasrat (nafsu) manusia
Fitrah manusia
Hasil
Kepuasan
Manfaat & berkah
Ukuran
Preferensi atau selera
Fungsi
Sifat
Subjektif
Objektif
Tuntunan Islam
Dibatasi/dikendalikan
Dipenuhi





2.         Mashlahah dan Kepuasan
      Kepuasan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan mashlahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah. Meskipin demikian, terpenuhinya suatu kebutuhan juga akan memberikan kepuasan terutama jika kebutuhan tersebut disadaridan diinginkan.
Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis, mashlahah tidak hanya dirasakan oleh individu. Mashlahah bisa jadi dirasakan oleh sekelompok masyarakat. Sebagai misal ketika seorang membelikan makanan untuk tetangga miskin, maka mashlahah fisik/psikis akan dinikmati oleh tetangga yang dibelikan makanan, sementara itu, si pembeli/konsumen akan mendapakan berkah.



3
3.         Mashlahah dan nilai-nilai ekonomi Islam
        Sebagaimana telah dijelaskan, perekonomian Islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai Islam ditrapkan secara bersama-sama. Pengabaian terhadap salah satunya akan membuat perekonomian pincang. Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa diikuti oleh pelaksanaan nilai-nilai Islam hanya akan memberikan manfaat (mashlahah duniawi), sedangkan pelaksanaan sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan berkah atau mashlahah dunia akhirat.

4.         Penentuan dan Pengukuran Mashlahah bagi Konsumen
        Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang bermashlahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi. Dalam Alquran, Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkah sebesar biji sawi. Dengan demikian, dapat sitafsirkan bahwa mashlahah yang diterima akan maerupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan tersebut.

a.          Formulasi masalah
        Sebagaimana dipaparkan di depan bahwa alam mashlahah terkandung unsur manfaat dan berkah. Hal ini akan dituliskan sebagai berikut :

                        M = F+B
                        M = Mashlahah
   Dimana         F = manfaat
                        B = Berkah


        Sementara dalam paparan di muka tekah disebutkan bahwa berkah merupakan interaksi antara manfaat dan pahala, sehingga :

   B = (F)(P)                                                                                                     (4.2)
Di mana P = pahala total
Adapun pahala total, P adalah :
   P = β¡p                                                                                                         (4.3)
Dimana β¡ adalah frekuensi kegiatan dan p adalah pahala per unit kegiatan.


4
b.         Pengukuran Mashlahah konsumen
        Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan harta dijalan Allah (fii sabilillah). Islam memberikan imbalan terhadap belanja (konsumsi) ibadah dengan pahala yang sangat besar, misalnya senilai 700 unit, dan setiap kali dilakukan amal kebaikan akan mendapatkan imbalan pahala yang sama, yaitu tujuh ratus kali lipat.
Sebagai ilustrasi, tabel berikut menyajikan mashlahah atas ibadah mahdhah atau amal saleh, yaitu ibadah yang tidak secara langsung terkait  dengan kemanfaatan dunia bagi pelakunya. Dalam hal ini pelaku ibadah tidak merasakan manfaat duniawi bagi dirinya, melainkan perasaan aman dan tenteramm akan berkah yang akan diberikan Allah.


Mashlahah dari Belanja di Jalan Allah

   Frekuensi kegiatan
   (1)
   Pahala per unit
            (2)
      Mashlahah = berkah
    (1x2)
   1
700
      700
   2
700
     1.400
   3
                700
     2.100
   4
700
     2.800
   5
700
     3.500
               6
                700
     4.200
   7
700
     4.900
   8
700
     5.600


c.          Karakteristik Manfaat dan Berkah dalam Konsumsi
        Mashlahah dalam konsumen muncul ketika kebutuhan riil terpenuhi, yang belum tentu dapat diraskan sesaat setelah melakukan konsumsi. Misalnya, ketika konsumen membeli barang-barang tahan lama, seperti sepeda motor, kebutuhan riil baru di ketahui setelah sepeda motor digunakan berkali-kali. Kepuasan yang dirasakan konsumen karena murahnyan harga atau desain yang menarik, namun tidak awet adalah kepuasan yang lahir karena kebutuhan semu atau jangka pendek.

       





5
Mashlahah yang diperoleh konsumen ketika membeli brang dapat berbentuk satu diantara hal berikut :

1)      Manfaat material, yaitu berupa diperolehnya tambahan harta bagi konsumen akibat pembelian suatu barang/jasa.
2)      Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis manusia, seperti rasa lapar, haus, kedinginan, kesehatan, keamanan, kenyamanan dan sebagainya.
3)      Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhn akal manusia ketika ia membeli suatu barang/jasa, seperti kebutuhan tentang informasi, pengetahuan, ketrampilan dan semacamnya.
4)   Manfaat terhadap lingkungan, yaitu berupa adanya eksternalitas positif dari pembelian suatu barang/jasa atau manfaat yang bisa dirasakan oleh selain pembeli pada generasi yang sama.
5)      Manfaat jangka panjang, yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi janga panjang atau terjaganya generasi masa mendatang terhadap kerugian akibat dari tidak membeli barang/jasa.

C.       Hukum Utilitas dan Mashlahah
1.      Hukum Penurunan Utilitas Marginal
        Utilitas marginal (MU) adalah tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen akibat adanya peningkatan jumlah barang/jasa yang dikonsumsi. Untuk memberikan penggambaran yang lebih jelas, ilustrasi di bawah ini akan menyajikan utilitas marginal yang dimaksud.


Frekuensi Konsumsi, Utilitas Total, dan Marginal

Frekuensi konsumsi
(1)
Total kepuasan total utility (TU)
(2)
Utilitas marginal
(MU)
(3)

1
10
-
2
18
8
3
24
6
4
28
4
5
30
2
6
32
2
7
32
0
8
30
-2
6
        Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai utilitas marginal semakin menurun. Penuruna ini bisa dirasakan secara intuitif, jika seorang mengkonsumsi suatu barang/jasa secara teus-menerus secara berurutan, maka nilai tambahan kepuasan yang diperoleh semakin menurun.

2.  Hukum mengenai Mashlahah
   Hokum mengenai penurunan utilita marginal tidak selamnya berlaku pada mashlahah. Mashlahah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat dirasakan, terutama mashlahah akhirat atau berkah. Adapun mashlahah dunia manfaatnya sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Sedangkan mashlahah dunia akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, namun pada level tertentu akan mengalami penurunan. Dengan demikian, kehadiran mashlahan akan member “ warna ” dari kegiatan yang dilakukan oleh konsumen Mukmin.

a.    Mashlahah Marginal dari Ibadah Mahdhah
   Mashlahah marginal (MM) adalah perubahan mashlahah, baik berupa manfaat ataupun berkah, sebagai akibat berubahnya jumlah barang yang dikonsumsi. Dalam hal ibadah mahdhah, jika pahala yang dijanjikan Allah adalah kosntan, maka pelaku ibadah tidak akan mendapat manfaat duniawi, namun hanya berharap adanya pahala.

Mashlahah dari Ibadah Mahdhah
Frekuensi kegiatan
(1)
Pahala*)
(2)
Mashlahah
= (1x2)
Marginal
mashlahah
1
700
700
700
2
700
1.400
700
3
700
2.100
700
4
700
2.800
700
5
700
3.500
700
6
700
4.200
700
7
700
4.900
700
8
700
5.600
700
*) pahala sejumlah 700 ini hanya merupakan contoh ilustratif manusia beribadah tanpa mempertibangkan manfaat yang akan di peroleh di dunia, sebagaimana amal jariyah.









7
3.      Preferensi terhadap Mashlahah
   Semua paparan yang disampaikan pada semua bagian di depan belum mengakomodasi
Preferensi konsumen terhadap mashlahah. Dalam bagian ini akan disampaikan bagaimana perilaku konsumen dalam kaitannya dengan preferensi mereka.
   Untuk mengetahui bagaimana perspektif perilaku kelompok ini dlam hal dalam hal mashlahah, maka formulasi pada persamaan 4.5 perlu dimodifikasi sedikit dengan memasukkan koefisien perhatian.

Frek.
kegiatan
Mashlah
Marginal
Y=0
Mashlahah
Marginal
Y=0,5
Mashlahah
Marginal
Y=1
Mashlaha
Marginal
Y=1,5
1
-
-
-
-
2
8
81
710
5860
3
6
84
978
10479
4
4
75
1084
14043
5
2
58
1028
15717
6
2
59
1136
19013
7
0
33
864
17214
8
-2
1
430
12091

   Tabel tersebut menunjukkan bahwa preferensi terhadap mashlahah, betapapun kecilnya, mampu memperpanjang horizon preferensi. Pada kolom 2 tabel diatas trelihat ketika preferensi terhadap mashlahah adalah nol, besarnya mashlahahn marginal semakin menurun dan tingkat penurunan yang cepat.

4.      Hukum Penguatan Kegiatan dari Mashlahah
   Secra spesifik bisa dikatakan bahwa seandaimya tidak ada kandungan berkah dalam kegiatan, maka konsumen sudah mengalami kejenuhan pada frekuensi kedelapan dalam melakukan kegiatan tersebut. Dengan kehadiran berkah yang dirasakan oleh konsumen, maka titik kejenuhannya akan mundur. Di sini tampak sekali bahwa kehadiran berkah yang dirsakan oleh seorang konsumen akan memperpanjang rentang preferensi dalam melakukan kegiatan tersebut di atas.









8
D.    Keseimbangan Konsumen
      Dalam  dunia nyata, setiap pelaku ekonomi selalu harus mengambil keputusan dalam mengosumsi sebuah barang/kegiatan. Akibat dari keputusan tersebut sering menimbulkan implikasi pada penggunaan barang-barang lain yang terkait.
1)      Keterkaitan Antarbarang
a.       Komplemen
Hubungan yang bersifat komplemen ini mempunyai derajat/tingkatan yang berbeda-beda antara pasangan barang yang satu dengan pasangan barang yang lain. Perbedaan ini di sebabkan karena sifat barang yang terkait dengan kegunaan barang yang bersangkutan. Adapun tingkatan dari komplementaritas ini adalah sebagai berikut :
1.      Komplementaritas Sempurna
Tingkat ini terjadi jika konsumsi dari suatu barang mengharuskan konsumen untuk mengonsumsi barang yang lain sebagai penyerta dari barang pertama yng dikonsumsi.
2.      Komplementaritas dekat
Bisa digambarkan jika seseorang memakai suatu barang, mka dia mempunyai kemungkinan yang besar untuk mengkonsumsi barang yang lain.
3.      Komplementaritas jauh
Disebabkan karena hubungan antara kedua barang adalah rendah.

b.      Subtitusi
Sebagaimana dalam kasus hubungan complement,dalam kasus ini juga mengenal adanya tingkatan/derajad substitusi, yaitu :
1.      Substitusi Sempurna
Hubungan antara dua buah barang dikatakan substitusi sempurna jika penggunaan dua buah barang trsebut bisa ditukar satu sama lainya tanpa mengurangi sedikitpun kepuasan konsumen dalam menggunakannya.
2.      Substitusi Dekat
Dua buah barang dapat dikatakan substitusi dkat jika fungsi kedua barang tersebut mampu menggantikan satu sama lain.
3.      Substitusi Jauh
Dua barang dikatagorikan sebagai substitusi jauh jika dalam penggunaanya konsumen bisa mengganti satu barang dengan barang lainnya di sini menimbulkan perbedaan kepuasan yang mereka peroleh.

c.       Domain Konsumsi
Dalam konteks pilihan konsumen, maka jenis hubungan yang akan di eksplorasi disini adalah hubungan yang bersifat substitute, meskipun hubungan yang komplementari juga akan tetap ditampilkan.

9
2)      Hubungan Antarbarang yang Dilarang oleh Islam
      Islam melarang adanya penggantian (substitusi) dari barang atau transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram. Selain substitusi barang haram terhadap barang halal seperti tersebut, hokum islam juga menutup kemungkinan adanya komplementaritas antara barang haram dan barang halal.


 

 haram  60
             50  
             40
             30
             20
             10      
                           1                3                  5                    7                 9
                                                                 Halal
Hubungan Substitusi yang mustahil dalam islam

            Islam melarang mencampurradukkan antara barang atau transaksi yang halal dengan barang atau transaksi tang haram.

3)      Hubungan Antarbarang dalam Islam
4)      Permintaan Konsumen
      Dengan membandingkan antardua barang halal substitusi, maka seorang konsumen mukmin dalam memilih barang yang dikonsumsinya akan mempertimbangkan jumlah mashlahah yang akan diperolehnya paling tinggi. Secara intuitif dapat disimpulkan bahwa jika terdapat peningkatan mashlahah pada suatu barang/jasa, maka permintaan akan barang tersebut akan meningkat, dengan menganggap factor lainnya tidak berubah.



10
E.     Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva
      Berdasakan paparan yang disampaikan , maka terlihat bahwa ketika harga barang A naik, sementara hal-hal lain tetap konstan, maka jumlah barang A yang dikonsumsi harus turun. Inilah yang melahirkan hokum permintaan yang berbunyi :

      “ Jika harga suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta menurun,demikian juga sebaliknya.”

      Pengertian ceteris paribus disini adalah dengan mengganggap hal-hal lain tetap tidak berubah atau kostan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, preferensi, dan sebagainya. Jika satu dari hal-hal lain yang dimaksud berubah, maka hokum permintaan diatas tidak lagi berlaku.



                P





               17
               16
                                                                                                                            
                                                                                                                             D
               0
                                                4                      6                                            Q                  

Permintaan konsumen terhadap barang A
        Ketika harga barang A adalah sebesar 16, maka jumlah barang A yang diminta adalah 6 unit, sementara ketika harga barang A naik menjadi 17, maka jumlah barang tersebut yang diminta oleh onsumen turun menjadi 4.
11


BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
*      Preferensi seorang konsumen dibangun atas kebutuhan akan mashlahah, baik mashlahah yang di terima didunia ataupun di akhirat. Mashlahah adalah  keadaan yang membawa manusia pada derajat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang sempurna.
*      Konsumen akan selalu berusaha untuk mendapatkan mashlahah diatas mashlahah minimum. Mashlahah minimum adalah mashlahah yang diproleh dari mengonsumsi barang/jasa yang halal dengan diikuti niat beribadah.
*      Keberadaan mashlahah akan memperpanjang rentang dari suatu kegiatan halal.
*      Bagi orang yang peduli akan adanya berkah, semakin tinggi barang halal yang dikonsumsi seseorang, tambahan mashlahah yang diterimanya akan meningkat hingga titik tertentu dan akhirnya akan menurun, dengam]n asumsi jumlah konsumsi masih dibolehkan oleh Islam.
*      Hokum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang/jasa meningkat, maka jumlah barang/jasa  yang diminta konsumen akan menurun, selama kandungan mashlahah pada brang tersebut dan factor lain tidak berubah.

B.        Saran
Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan. Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk. diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.




12

No comments:

Post a Comment