BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Ekonomi
memiliki karakter tertentu yang di bedakan dengan paham lainnya. Suatu paham termasuk
ekonomi ,di bangun oleh suatu tujuan, prinsip, nilai,dan paradigma. Sebagai
misal, paham liberaslisme di bangun atas tujuan terwujudnya kebebasan setiap
individu untuk mengembang kan dirinya.
Kebebasan ini akan terwujud jika setiap
individu memiliki kesempatan yang sama
untuk berkembang. Oleh karena itu,kesamaan kesempatan merupakan prinsip yang akan di pegang yang pada akhirnya akan
melahirkan suatu paradigma persaingan
bebas.
Ekonomi
islam di bangun untuk tujuan suci di
tuntun oleh ajaran islam dan di capai dengan cara cara yang di tuntunkan pula
oleh ajaran islam.Oleh karena itu, ke semua hal tersebut saling terkait dan
terstruktur secara hierarkis,dalam arti bahwa spirit ekonomi islam tercermin
dari tujuannya,dan di topang oleh pilarnya,Tujuan untuk mencapai falah hanya bisa (Islamic values),dan pilar operasional,yang tercermin dalam
prinsip-prinsip ekonomi (Islam principles).Dari
sinilah akan tampak suatu bangunan ekonomi islam dalam suatu paradigma,baik
paradigma dalam berpikir dan berperilaku maupun bentuk perekonomiannya. Pilar
ekonomi islam adalah moral. Hanya dengan moral islam inilah bangunan ekonomi
islam dapat tegak dan hanya dengan ekonomi islam lah falh dapat dicapai.
Moralitas islam berdiri di atas suatu postulat keimanan dan postulat ibadah.
Esensi dan moral islam adalh tauhid. Implikasi dari tauhid, bahwa ekonomi islam memiliki sifat transcendental ( bukan
sekuler), di mana peranan Allah dalam seluruh aspek ekonomi menjadi mutlak.
1.2 Rumus Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan bagaimana konsep karakteristik dan
rancang bangun sistem islam?
1.3
Tujuan
Untuk
mengetahui bagaimana ekonomi islam itu di bangun dan cara-cara apa saja yang di
tuntunkan pula oleh ajaran islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Ekonomi Islam
Tujuan
ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri (maqashid asy syariah), yaitu mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah)
melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah) inilah kebahagiaan hakiki yang diinginkan oleh
setiap manusia, bukan kebahagiaan semu yang sering kali pada akhirnya justru
melahirkan penderitaan dan kesengsaraan. Dalam konteks ekonomi, sebagaimana
telah di bahas dalam bab 1, tujuan falah yang ingin dicapai oleh ekonomi islam
meliputi aspek mikro ataupu makro, mencakup horizon waktu dunia maupun akhirat.
Ekonomi
islam tidak sekedar berorientasi dan pembangunan fisik material dari individu,
masyarakat dan Negara saja. Tetapi juga memerhatikan pembangunan aspek-aspek
lain yang juga merupakan elemen penting bagi kehidupan yang sejahtera dan
bahagia. Pembangunan keimanan merupakan prakondisi yang diperlukan dalam
ekonomi islam, sebab keimanan merupakan fondasi bagi seluruh prilaku individu
dan masyarakat. Jika keimanan seseorang kokoh dan benar, yaitu memegang islam
secara (kaffah), maka niscaya semua
muamalah akan baik pula. Keimanan dengan sendirinya akan melahirkan kesadaran
akan pentingnya ilmu, kehidupan, harta, dan kelangsungan keturunan bagi
kesejahteraan kehidupan manusia. Keimanan akan turut membentuk preferensi,
sikap, pengambilan keputusan, dan prilaku masyarakat. Manusia memerlukan
pemenuhan kebutuhan keimanan yang benar, yang mampu membentuk preferensi,
sikap, keputusan, dan perilaku yang mengarah pada perwujudan mashlahah untuk mencapai falah.
Dengan demikian, sebagai suatu cabang ilmu,
ekonomi islam bertujuan untuk mewujudkan dan meningkaktkan kesejahteraan bagi
setiap individu yang membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Dengan demikian, perhatian utama
ekonomi islam adalah pada upaya bagaimana manusia meningkatkan kesejahteraan
materialnya yang sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan spiritualnya. Karena
spiritual harus hadir bersamaan dengan target material, maka di perlukan sarana
penopang utama, yaitu moralitas pelaku ekonomi.
2.2 Moral Sebagai Pilar
Ekonomi Islam
Moral (Akhlak) islam menjadi pegangan pokok dari para pelaku ekonomi yang
menjadi panduan mereka untuk menentukan suatu kegiatan adalah baik atau buruk
sehingga perlu dilaksanakan atau tidak. Jika ini bisa terwujud, maka kita bisa
mengatakan bahwa moral berperan sebagai pilar (penegak) dari terwujudnya bangunan ekonomi islam. Hanya dengan
moral islam inilah bangunan ekonomi islam dapat tegak dan hanya dengan ekonomi
islamlah falah dapat dicapai. Peranan moral sebagai pilar ekonomi islam juga
bisa dilihat dari posisi kunci yang dimilikinya.
Moral menepati posisi penting dalam
ajaran islam, sebab terbentuknya pribadi yang memiliki moral baik (Aqhlaqul Karimah) merupakan tujuan
puncak dari seluruh ajaran islam, sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw.”
Sesungguhnya Aku di utus untuk menyempurnakan akhlak.” Moralitas islam di
bangun atas suatu postulat keimanan (Rukun Iman) dan postulat ibadah (Rukun
Islam), artinya bahwa moral ini lahir
sebagai konsekuensi dari rukun iman dan rukun islam. Rukun iman meliputi
keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul
Allah, Qadha dan Qadar, serta adanya hari pembalasan di akhirat. Keimanan
hanyalah berupa keyakinan tentang keberadaan keenam hal pokok tersebut. Semakin
tinggi keimanan seseorang, keyakinan itu akan diikuti dengan pengetahuan dan
perbuatan yang bersesuaian. Namun demikian, betapa pun rendahnya keimanan
seseorang tetap akan memberikan efek moralitas atas perbuatannya.
Moral ekonomi islam dapat diuraikan
menjadi dua komponen meskipun dalam praktiknya kedua hal ini saling beririsan,
yaitu:
Ø Nilai
Ekonomi Islam
Ø Prinsip
Ekonomi Islam
2.3 Nilai-nilai Dasar
Ekonomi Islam
Nilai-nilai dalam
Al-Qur’an dan hadis terkait dengan ekonomi sangatlah banyak. Dari berbagai
pandangan ekonomi islam dapat disimpulkan bahwa inti dari nilai ajaran islam
adalah tauhid, yaitu bahwa segala aktifitas manusia di dunia
ini, termasuk ekonomi, hanya dalam rangka untuk di tujukan mengikuti satu
kaidah hukum, yaitu hukum Allah. Pada hakikatnya hukum ini berlaku di dunia ini
bisa berasal dari alam maupun buatan manusia. Ekonomi akan membawa kepada falah ketika mampu membawa hukum-hukum
manusia ini kembali kepada hukum universal, yaitu hukum Allah yang kadang
disebut dengan hukum alam oleh masyarakat konvesional. Dalam pelaksanaannya
nilai tauhid ini diterjemahkan dalam banyak nilai dan terdapat 3 nilai dasar
yang menjadi pembeda ekonomi islam dengan lainnya, yaitu:
Ø Adl
Keadilan (adl) merupakan nilai
paling asasi dalam ajaran islam.menegakkan kesdilan dan memberantas kezaliman
adalah tujuan utama dari risalah para Rasul-Nya (QS 57;25).Keadilan sering kali
di letakkan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan (QS 5:8).seluruh ulama
terkemuka sepanjang sejarah islam menempatkan keadilan sebagai unsur paling
utama dalam maqashid syariah.Ibn
Thaimiyah menyebut keadilan sebagai nilai utama dari tauhid ,sementara Muhammad
Abdu menganggap kezaliaman (zulm)
sebagai kejahatan yang paling buruk (aqbah al-mungkar) dalam kerangka nilai
nilai islam. Sayyid Qutb menyebut keadilan sebagai unsur pokok yang
komprehensif dan terpenting dalam semua aspek kehidupan.
Ø Khilafah
Nilai khilafah secara umum berarti
tanggung jawab sebagai pengganti atau utusan allah di alam semesta. Manusia di
ciptakan allah unyuk menjadi khalifah di muka bumi. Yaitu menjadi wakil
Allah untuk memakmurkan bumi dan alam
semesta. Manusia telah di bekali dengan semua karakteristik mental spiritual
dan materiil untuk memungkinkannya dan mengemban
misi-Nya secara efektif .manusia juga telah di sediakan segala sumber daya
memadai bagi pemenuhan kebetuhan kebahagiaan bagi manusia seluruhnya seandainya
di gunakan secara efesien dan adil .
makna khilafah dapat di
jabarkan lebih lanjut menjadi beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Tanggung jawab
perperilaku ekonomi dengan cara yang benar
2. Tanggung jawab untuk
mewujudkan maslahah maksimum
3. Tanggung jawab
perbaikan kesejahteraan setiap individu
Ø Takaful
Sesama orang islam
adalah saudara dan belum sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai
saudaranya melebihi cintanya pada diri sendiri.hal inilah yang mendorong
manusia untuk mewujudkan hubungan yang baik di antara individu dan manyarakat
melalui konsep penjaminan oleh masyarakat atau takaful.konsep takaful ini bisa di jabarkan lebih lanjut menjadi
sebagai berikut :
1. jaminan
terhadap pemelikan dan pengelolaan sumber daya oleh individu
2. jaminan
setiap individu untuk menikmati hasil pembangunan atau ouput
3. jaminan
setiap individu untuk membangun kaluarga sakinah
4. jaminan
untuk amar makruf nahi mungkar
BAB III
PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM ISLAM
Prinsip ekonomi dalam islam
merupakan kaidah –kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi
islam yang di gali dari Al-qur’an dan/sunnah. Prinsip ekonomi ini berfungsi
sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi.
Namun,agar manusia bisa menuju falah.
Berikut prinsip yang akan menjadi kaidah pokok yang
membangun struktur atau karangka ekonomi
islam .
·
Kerja (resorurce utilization )
·
Kompensasi(compensation)
·
Efisiensi (efficiency)
·
Profesionalisme (professionalism)
·
Kecukupan (sufficiency )
·
Pemerataan kesempatan (equal opportunity)
·
Kebebasan (freedom)
·
Kerja sama (cooperation)
·
Persaingan (competition)
·
Keseimbangan (equilibrium)
·
Solidaritas (solidarity)
·
Informasi simetri (symmetric information)
3.1 Basis Kebijakan
Ekonomi Islam
Yang dimaksud kebijakan
disini adalah segala sesuatu yang akan menjadi persyaratan bagi implementasi
ekonomi islam. Sebagai suatu keharusan sebagai sebuah basis, maka eksistensi
hal-hal di bawah ini mutlak harus di usahakan, sebab jika tidak maka akan
menganggu optimalitas dan efektivitas implementasis ekonomi islam. Basis
kebijakan ini, yaitu sebagai berikut:
a.
Penghapusan
Riba
Islam telah melarang
segala bentuk riba karenanya ia harus dihapuskan dalam ekonomi islam.
Pelarangan riba secara tegas dapat dijumpai dalam Al-qur’an maupun hadis. Dalam
ekonomi islam dimaknai penghapusan riba berarti penghapusan riba yang terjadi
dalam utang piutang maupun jual beli.
b.
Pelembagaan
Zakat
Zakat pada dasarnya
merupakan sebuah sistem yang berfungsi untuk menjamin distribusi pendapatan dan
kekayaan masyarakat secara lebih baik. Ia merupakan sebuah system yang akan
menjaga keseimbangan dan harmoni social diantara kelompok kaya (muzakki) dan kelompok miskin (mustahik). Zakat tidak diperlakuktetapi
iaan sebagai sebuah pos ritual belaka, tetapi ia memiliki keterkaitan erat
dengan kondisi riil masyarakat dalam satu Negara. Dengan pelembagaan seperti
ini, maka efektivitas maupun optimalitas pengelolaan zakat akan lebih terjamin.
c. Pelarangan Gharar
Ajaran islam melarang aktivitas ekonomi
yang mengandung gharar. Dari segi
bahasa gharar berarti resiko, atau juga ketidakpastian. Dapat disimpulkan juga
gharar adalah transaksi dengan hasil (outcome)
tidak dapat diketahui atau diprediksi. Karena ini akan mengakibat adanya kekurangan
informasi oleh para pihak. Contohnya, dalam hal jual beli dengan harga yang
tidak ditentuk atan di muka, atau jual beli binatang yang masih berbentuk
janin.
d. Pelarangan yang Haram
Dalam ekonomi islam segala sesuatu yang
dilakukan harus halalan toyyiban, yaitu benar secara hukum islam dan baik dari
perspektif nilai dan moralitas islam. Kebalikan dari halalan toyyiban adalah haram, yaitu sesuatu yang jika dilakukanal
akan menimbulkan dosa. Dalam hal proses, islam mengharamkan setiap bentuk
ransaksi karena tiga hal. Pertama, perbuatan
atau transaksi yang mengandung unsur atau potensi ketidakadilan (menzalimi atau
dizalimi). Seperti perjudian, pencurian, perampasan, riba dan gharar. Kedua,trasanksi yang melanggar prinsip
saling ridha, seperti tadlis, yaitu penyembunyian informasi yang relavan kepada
pihak lawan transaksi. Ketiga, perbu
atan yang merusak harkat manusia atau alam semesta. Seperti prostitusi, minum
yang memabukkan, dan sebagainya.
3.2 Paradigma Ekonomi
Islam
Paradigma adalah
serangkaian pandangan yang menghubungkan sesuatu yang idealisme yang abstrak
dengan gambaran praktik yang tampak. Dalam hal ini paradigma ekonomi islam
mencerminkan suatu pandangan dan prilaku yang mencerminkan pencapaian falah. Paradigma ekonomi islam bisa
dilihat dari dua sudut pandang, yaitu paradigma berpikir dan berprilaku (behavior paradigm) serta paradigma umum
(grand pattern).
Paradigma pertama
merupakan spirit dan pedoman masyarakat dalm berprilaku, yaitu nilai-nilai
ekonomi islam. Kedua, gambaran yang mencerminkan keadaan suatu masyarakat yang
berpegang teguh pada paradigma berprilaku, yang memunculkan grand pattern dari setiap aktivitas.
BAB IV
RANCANG BANGUN SISTEM EKONOMI ISLAM
Sistem ekonomi adalah
satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan
keputusan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi dalam suatu daerah atau
wilayah. Terdapat banyak faktor yang membentuk suatu sistem ekonomi seperti
ideologi, nilai-nilai yang dianut, kebudayaan, sistem politik, keadaan alam,
sejarah dan lain-lain.
Menurut Gregory dan stuart (1985) elemen kunci
dari suatu sistem ekonomi adalah:
1. Hak
kepemilikan
2. Mekanisme
provisi informasi dan koordinasi dari keputusan-keputusan
3. Metode
pengambilan keputusan, dan
4. Sistem
bagi prilaku ekonomi.
4.1 Kepemilikan dalam
Islam
Pada dasarnya
kepemilikan dalam islam atas sumber daya ekonomi (sumber daya) merupakan salah
satu fitrah manusia karena ajaran islam mengakuinya sebagai suatu yang harus
dihormati dan dijaga. Kepemilikan individu merupakan persyaratan yang mendasar bagi tercapainya kesejahteraan
masyarakat, sebab ia akan menciptakan motivasi dan memberikan ruang bagi
seorang individu untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal.
4.2 Mashlahah Sebagai
Insentif Ekonomi
Islam mengakui adanya insentif material
ataupun nonmaterial dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dikarenakan ajaran islam
memberikan peluang setiap individu untuk memenuhi kepentingan individunya kepentingan social ataupun kepentingan
sucinya untuk beribadah kepada Allah SWT. Secara garis besar, insentif kegiatan
ekonomi dalam islam bisa dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu intensif yang akan diterima di dunia dan intensif yang
akan diterima di akhirat.
4.3 Musyawarah sebagai
prinsip pengambilan keputusan
Secara umum, pengambilan keputusan dalam
ekonomi islam di dasarkan atas prinsip mekanisme pasar, namun dengan tetap
memandang nilai-nilai kebaikan bersama dan nilai-nilai kebenaran. Oleh karena
itu, musyawarah (shuratic process) untuk
mendapatkan kesepakatan atas dasar kemashlahatan merupakan prinsip pengambilan
keputusan yang sesuai dengan ajaran islam.
4.4 Pasar yang Adil
sebagai Media Koordinasi
Dalam pandangan islam, insentif
individualistik diakomodasikan sebatas tidak bertentangan dengan kepentingan sosial
dan kepentingan suci (ibadah). Oleh karena itu mekanisme pasar tidak cukup
untuk intensif. Kebebasan individu yang harmoni dengan kebutuhan sosial dan
moralitas islam akan terwujud dalam suatu mekanisme pasar yang mengedepankan
aspek moralitas dan kerja sama. Mekanisme pasar murni bukanlah menjadi kendali
prilaku pada pelaku ekonomi, namun pasar juga dikendalikan oleh pemerintah dan
masyarakat (citizenship) dalam upaya
mencapai keadilan dan kemashlahah
maksimum.
4.5 Pelaku Ekonomi
Dalam Islam
a.
Pasar dalam ekonomi islam
Ajaran islam sangat menghargai
pasar sebagai wahana bertransaksi atau pehrniagaan yang halal (sah/legal) dan tayyib
(baik) sehingga secara umum merupakan mekan isme alokasi dan distribusi sumber
daya ekonomi yang paling ideal. Penghargaan islam terhadap mekanisme pasar
berangkat dari ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan dengan cara
yang baik berdasarkan prinsip saling ridha sehingga terciptanya keadilan.
b.
Pemerintah dalam Ekonomi Islam
Suatu
pasar yang islami akan sulit terwujud apabila tidak ada peran aktif dari
pemerintah. peran pemerintah dalam pasar ini secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, peran yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral
islam. Kedua,peran yang berkaitan
dengan menyempurnakan mekanisme pasar (market
imperfection) dan yang ketiga,
peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar (market failures).
c.
Peran Masyarakat dalam ekonomi Islam
Peranan masyarakat juga
muncul disebabkan adanya konsep hak milik publik dalam ekonomi islam. Seperti waqf. Kekayaan waqf adalah kekayaan masyarakat secara keseluruhan dan berlaku
sepanjang masa, karena waqfnya
merupakan hak milik masyarakat yang tidak tergantung kepada pemerintah yang berkuasa.
Pemerintah dapat berganti dari waktu ke waktu, sementara masyarakat terikat
dalam kewajiban social jangka panjang. Karena adanya, kekayaan waqfnya akan
tetap dikelola oleh masyarakat itu sendiri.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tujuan ekonomi islam adalah untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat (falah) melalui suatu tata
kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah
tayyibah). dalam konteks ekonomi, tujuan falah dijabarkan dalam beberapa
tujuan antara lain: (1) mewujudkan kemashlahatan umat, (2) mewujudkan keadilan
dan pemerataan pendapatan, (3) membangun peradaban yang luhur, dan (4)
menciptakan kehidupan yang seimbang dan harmonis.
Pilar ekonomi islam adalah moral.
Hanya dengan moral islam inilah bangunan ekonomi islam dapat tegak dan hanya
dengan ekonomi islam lah falh dapat dicapai. Moralitas islam berdiri di atas
suatu postulat keimanan dan postulat ibadah. Esensi dan moral islam adalh
tauhid. Implikasi dari tauhid, bahwa ekonomi
islam memiliki sifat transcendental ( bukan sekuler), di mana peranan
Allah dalam seluruh aspek ekonomi menjadi mutlak.
5.2 Saran
Kewajiban merealisasikan falah pada dasarnya merupakan tugas
seluruh economic pelaku economis,termasuk masyarakat, terdapat
banyak aktivitas ekonomi yang tidak dapat diselenggarakan dengan baik oleh
mekanisme pasar maupun oleh peran pemerintah sehingga masyarakat harus berperan
langsung. Pasar, pemerintah, dan masyarakat harus bergerak bersama untuk
mencapai kesejahteraan umat.
No comments:
Post a Comment